PR DEPOK – Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah, terutama soal peningkatan perbaikan pelayanan publik, menjadi bola panas yang bergulir hingga saat ini di tengah masyarakat.
Pernyataan tersebut menuai banyak tanggapan dan kritikan dari publik, yang menyatakan kerap dilanda ketakutan untuk mengkritik pemerintahan saat ini.
Alasannya karena publik takut akan terjerat UU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang kerap menjadi celah hukum ketika masyarakat menyampaikan kebebasan berpendapat.
Polemik ini pun mendapatkan banyak tanggapan dari tokoh-tokoh nasional, salah satunya dari Wakil Ketua MPR RI sekaligus politisi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW).
Melalui akun Twitter pribadinya@hnurwahid, HNW menyebut kritik dapat dianalogikan sebagai vitamin dalam tradisi demokrasi.
“Dalam tradisi Demokrasi, kritik mestinya jadi vitamin,” ujar HNW sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com.
HNW juga menyarankan, jika Jokowi serius menginginkan kritik dari masyarakat, baiknya Presiden dapat menertibkan para buzzer terlebih dahulu.
Selain itu, menurut HNW, Jokowi dapat mengusulkan ke DPR RI untuk melakukan pasal-pasal karet dalam UU ITE.
Sebab, HNW menilai UU ITE kerap membuat masyarakat yang ingin mengkritik menjadi takut dikriminalisasi.
“Kalau Presiden serius, selain menertibkan buzzerrp penumpang gelap,baiknya pak @jokowi (pemerintah) jg usulkan ke DPR;perubahan pasal2 karet dlm UU ITE, yg membuat para pengkritik takut krn bisa ditangkap/dikriminalisasi,” ujar HNW.
Sementara itu, menurut salah satu aktivis hukum dan hak asasi manusia (HAM), Julius Ibrani, bukan hanya UU ITE saja yang bisa menjerat seseorang dengan kasus pidana ketika menyampaikan pendapat.
Julius yang juga merupakan koordinator program di Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, mengatakan, ketika seseorang berpendapat, bisa juga dikenakan undang-undang lain.
“Bnyk yg kasih syarat: 1. Cabut dulu UU ITE, 2. Hapus dulu Padal 310, 3. Dll. Mereka ini baru 3 hari hidup di Indonesia rupanya, blm tau ada bnyk pola yg lain. Bs pake pas zinah, UU Pornografi, penodaan agama, masih bnyk lg,” tutur Julius dalam akun Twitter miliknya @juliusibrani, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com.
Dengan masih adanya celah-celah hukum terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini, Julius menilai, tampaknya memang saat ini sulit bagi masyarakat untuk dapat benar-benar mengkritik atau menyampaikan pendapat.***