PR DEPOK – Pengamat politik, Rocky Gerung, menyoroti penolakan Polri terhadap laporan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Antiketidakadilan terkait kerumunan yang terjadi di Maumere NTT, pada saat kedatangan Presiden RI Joko Widodo.
Menurutnya, penolakan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri adalah hal yang dapat dipahami lantaran jika pihak kepolisian menerima laporan tersebut, maka isu ini akan menggemparkan negara setiap harinya.
Hal itu diutarakan Rocky Gerung lewat satu video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya Rocky Gerung Official pada Jumat, 26 Februari 2021.
“Saya mengerti kerumitan itu, kalau dia terima, itu berarti akan terus setiap hari headline adalah soal Presiden akan dipanggil polisi," ujar Rocky Gerung seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
"Jadi beban ini dialihkan kepada Kapolri, gak fair sebetulnya, karena mestinya istana punya semacam etika kepublikan untuk mengucapkan bahwa Presiden memang salah."
Rocky Gerung menuturkan, jika sampai permintaan maaf itu diucapkan oleh pihak istana, hal ini akan memudahkan polisi untuk mengeluarkan pernyataan.
“Kalau dia (istana) ucapkan salah maka tentu polisi akan bilang ‘kan udah minta maaf tuh istana’,” ucap dia menambahkan.
Akan tetapi, lanjut pria yang juga seorang filsuf ini, Istana justru cari alasan dengan mengatakan bahwa kerumunan massa yang terjadi di Maumere itu adalah spontanitas warga dalam menyambut kedatangan Jokowi.
Pernyataan istana inilah, jelas Rocky Gerung, yang akhirnya membuat pusing Kapolri Listyo Sigit yang baru saja dilantik pada 27 Januari 2021 lalu itu.
“Beban yang seharusnya bisa diselesaikan dengan konferensi pers kecil di istana, sekarang dilimpahkan ke polisi oleh tuntutan publik,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri telah menolak laporan yang dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Antiketidakadilan terkait dengan kerumunan massa yang dipicu oleh kedatangan Jokowi ke Maumere, NTT.
Baca Juga: Moeldoko Minta Tak Ada Pihak yang Menekannya, Yan Harahap: Sombong Banget Seolah Nantangin Pak SBY
Disampaikan oleh salah seorang anggota koalisi tersebut, Kurnia, Presiden ke-7 RI itu telah melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan karena memancing pengumpulan massa di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.
“Kerumunan yang terjadi dalam kunjungan kepresidenan di Maumere, NTT, dalam situasi pandemi Covid-19 atau PPKM saat ini telah nyata-nyata melanggar protokol kesehatan dan diduga kuat telah melakukan tindak pidana pelanggaran kekarantinaan kesehatan,” ungkap Kurnia dalam keterangannya pada Kamis, 25 Februari 2021.***