PR DEPOK – Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat, 5 Maret.
Namun banyak pihak yang menilai hasil keputusan KLB itu tidak sah karena Moeldoko bukan merupakan kader Partai Demokrat lantaran seharusnya KLB hanya bisa dilakukan oleh orang internal partai.
Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Yan Amarullah Harahap mengatakan Moeldoko telah mencetak sejarah pertama sejak Indonesia merdeka yakni kudeta partai politik dari eksternal, terlebih dia adalah seorang pejabat negara.
Baca Juga: Antam Batik 8 Gram Senilai 8,4 Jutaan, Update Daftar Harga Emas di Pegadaian Senin, 8 Maret 2021
Situasi seperti ini, menurutnya, baru terjadi di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lantas Yan Harahap mempertanyakan kondisi yang terjadi mengarah pada rezim otoriter.
Pernyataan tersebut disampaikan Yan Harahap melalui akun Twitter pribadinya @YanHarahap pada Minggu, 7 Maret 2021.
“@Pdemokrat dikudeta oleh Moeldoko yang bukan anggota Partai Demokrat. Biasanya dikudeta oleh internal partai. Sejarah pertama sejak Indonesia merdeka. Terjadinya di rezim @jokowi . Indikasi rezim otoriter?” ujar Yan Harahap.
Sebagai informasi, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun juga mencurigai KLB ilegal Partai Demokrat merupakan tindakan intervensi untuk memuluskan agenda terselubung eksternal.
“Saya heran dengan ngototnya upaya melakukan KLB ilegal oleh mantan-mantan kader Demokrat walaupun jelas menyalahi AD/ART partai yang legal,” katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.
Menurut Ubedilah KLB tersebut ilegal, karena tidak memenuhi syarat-syarat AD/ART Partai Demokrat yang sah.
Sementara mantan kader begitu gigihnya mengupayakan kongres luar biasa.
“Realitas itu memungkinkan dugaan bahwa KLB ilegal itu ada apa-apanya, dan muncul dugaan kuat yang makin diketahui publik siapa sesungguhnya di balik para mantan kader ini,” ucap Ubedilah.
Dia juga memandang bahwa sudah terlihat jelas KLB itu dilaksanakan sebagai upaya yang sistematis dan cukup masif untuk melemahkan Partai Demokrat.
“Kalau kita analisis siapa yang paling diuntungkan dengan melemahnya Partai Demokrat, lalu kita hubungkan dengan pencapresan 2024, kita bisa melihat benang merahnya," tuturnya.
Analisa serupa juga dikemukakan Syarwi Pangi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Research Center and Consulting mengenai sosok yang paling diuntungkan dari sebuah rekayasa politik bisa membantu untuk memetakan aktor sebenarnya yang terlibat.
Menurutnya, KLB ilegal Partai Demokrat bukan semata-mata persoalan partai itu saja, tapi bentuk intervensi eksternal, terlebih bila bercampur dengan ambisi politik pribadi tokoh tertentu untuk menyongsong Pemilu 2024.
Dia khawatir jika ini dibiarkan, maka akan memengaruhi kualitas demokrasi Indonesia.
"Pola politik yang membelah partai sesungguhnya adalah bencana besar demokrasi, karena politik menjadi tidak sehat yang akan berdampak pada tidak sehatnya demokrasi," ujarnya.***