Kasus Mutasi Baru N439K Ditemukan di Indonesia, Zubairi Djoerban: Sifat Varian Baru Ini Kebal terhadap Antibod

14 Maret 2021, 10:15 WIB
Ketua Satgas Covid-19 IDI, Prof. dr Zubairi Djoerban Sp.PD. /Instagram @profesorzubairi

PR DEPOK - Usai kemunculan mutasi baru B117 dari Inggris yang penularannya lebih cepat, kini mutasi baru virus corona kembali terdeteksi. 

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih baru-baru ini menyampaikan bahwa varian baru virus corona bernama N439K telah ditemukan di hampir 30 negara. 
 
Daeng juga menilai bahwa mutasi N439K ini merupakan mutasi yang cukup pintar.
 
Baca Juga: Prabowo Subianto Disebut Akan Menangi Pilpres 2024, Chris Wamea Pesimistis: Tapi Faktanya Selalu Kalah!
 
Kabar serupa berikutnya datang dari Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban Sp.PD melalui akun Twitter-nya. 
 
Dalam cuitannya, Zubairi mengungkapkan informasi bahwa kasus mutasi baru N439K itu telah ditemukan di Indonesia. 
 
Berbeda dengan kasus mutasi sebelumnya yang baru ditemukan sebanyak 2 kasus di Indonesia, Zubairi menyatakan bahwa kali ini yang terjangkit mutasi N439K adalah sebanyak 48 orang. 
 
Baca Juga: HNW Tolak Jabatan Presiden 3 Periode, Gus Sahal: Tumben PKS Setuju dengan Jokowi yang juga Menolak?
 
Sebagai orang yang ahli di bidangnya, Zubairi lantas menjelaskan mutasi baru N439K tersebut dengan begitu rinci. 
 

"ALERTA: Sebanyak 48 kasus mutasi N439K telah terdeteksi di Indonesia. Kemudian, apa yang harus kita ketahui tentang varian N439K ini?," kata Zubairi pada Sabtu, 14 Maret 2021 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun @ProfesorZubairi.

Menurutnya, varian N439K ini diduga muncul dua kali secara terpisah, yaitu di Skotlandia dan di Eropa yang lebih luas. 
 
Baca Juga: Anggap Pernyataan Bambang Widjojanto Lucu, Geli, dan Jijik, Ngabalin: Menyesatkan Publik, di Mana Logikanya?
 
Di Skotlandia, mutasi baru ini ditemukan saat awal pandemi Covid-19 terjadi. 
 
Zubairi juga mengatakan bahwa mutasi baru ini sempat dianggap hilang di Skotlandia akibat diberlakukannya kebijakan lockdown.
 

"N439K ini awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia," ucapnya. 

Baca Juga: Sorot Kemiripan Raut Amien Rais dan Ngabalin, Benny Harman: Bedanya, Ngabalin Gelisah Lestarikan Kekuasaan
 
Namun ternyata, mutasi baru itu malah muncul di beberapa daerah lain seperti Inggris, Swiss, Rumania dan lainnya. 
 

"Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Dus, mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas," ujar Zubairi menambahkan.

Tak hanya itu, Zubairi juga menyampaikan fakta sesuai dengan pernyataan Daeng terkait mutasi baru tersebut.
 
Baca Juga: Sebut Bambang Widjojanto Dulu Benci Jokowi, Dewi Tanjung: Kita Lihat Apakah Manusia Ini Mampu Lawan Kebenaran
 
Menurutnya, mutasi N439K ini bersifat resistant atau tahan terhadap antibodi. 
 

"Yang paling disorot dari N439K adalah sifatnya yang resistans terhadap antibodi alias tidak mempan. Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi, maupun antibodi yang telah disuntikkan ke tubuh kita," katanya. 

Selain itu, Zubairi juga menjelaskan bahwa Amerika Serikat pernah berupaya mengantisipasi mutasi baru ini dengan obat antibodi dalam pengobatan Covid-19. 
 
Baca Juga: Muncul Dugaan Pemotongan Besaran BST DKI Jakarta, Wagub: Kalau Memang Terbukti, Kita Akan Beri Sanksi Berat
 
Akan tetapi, obat tersebut tetap tidak mempan terhadap mutasi N439K ini. 
 

"Amerika Serikat mencoba antisipasi N439K ini. Mereka mengeluarkan EUA untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan Covid-19. Tapi, yang jadi soal, N439K ini tidak mempan diintervensi oleh obat itu," ucap Zubairi.

Sanking tahannya mutasi baru ini, kata Zubairi, seorang ahli menyatakan bahwa mutasi N439K ini punya berbagai cara untuk menghindari kekebalan tubuh manusia dan mempertahankan kemampuannya menginfeksi orang lain. 
 
Baca Juga: Tuding Refly Harun Barisan Sakit Hati Usai Seret Megawati dalam Isu Demokrat, Ruhut: Hati-hati Masuk RSJ!
 

"Dikatakan Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, N439K punya banyak cara mengubah domain imunodominan untuk menghindari kekebalan (tubuh manusia)—sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang," katanya.

Meski demikian, Zubairi menyebutkan bahwa penyebaran virus ini tak secepat mutasi B117 dan ia berharap akan selalu begitu. 
 

"Namun, yang jadi catatan epidemiolog, penyebaran N439K tidak secepat B.1.1.7, dan semoga ke depannya juga demikian," ujar Zubairi.\

 
Meski tak secepat B117, tetapi Zubairi berpesan pada masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan dan berjaga jarak lantaran kenyataannya pandemi memang belum usai.
 
"Pesan saya. Tetap jaga jarak, pakai masker dan hindari kerumunan, apalagi di dalam ruangan. Jangan bosan saling ingatkan. Pandemi belum usai. Terima kasih," ucapnya.***
Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler