PR DEPOK - 'Hilangnya' pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib bagi siswa pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi dalam PP 57/2021 masih mendapatakan berbagai kritikan.
Kritikan itu pun datang dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu lewat akun Twitter pribadinya @msaid_didu.
Dalam cuitannya, Said Didu mengatakan dengan tegas bahwa tidak logis apabila 'hilangnya' pendidikan Pancasila itu karena alasan lupa.
"Tidak logis kalau hilangnya pelajaran Pancasila karena lupa," kata dia sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Senin, 19 April 2021.
Adapun alasan dirinya mengatakan tidak logis, karena dalam proses pembuatan PP sangat panjang serta melalui lintas kementerian atau lembaga.
Masih pada cuitan yang sama, Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu bahkan mengurai proses panjang pembuatan sebuah PP.
Pertama, kata Said Didu, adanya Amanat Presiden (Ampres) pembuatan PP. Selanjutnya, diteruskan dengan pembuatan draft dari kementerian atau lembaga penanggung jawab.
"Ketiga dikirimkan ke Sekretariat Negara (Setneg). Keempat persetujuan pembahasan lintas kementerian atau lembaga," ucapnya menambahkan.
Kemudian kelima, menurut dia, paraf menteri terkait, dan keenam permintaan tanda tangan Presiden Republik Indonesia (RI).
Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) pun turut berkomentar terkait 'hilangnya' pendidikan Pancasila dalam PP 57/2021.
Pada Sabtu, 17 April 2021, HNW memberikan saran kepada pemerintah agar segera mencabut dan mengevaluasi secara menyeluruh PP 57/2021.
Adapun tujuan dari sarannya tersebut, HNW mengatakan demi mengakhiri polemik dan kegaduhan terkait PP yang ditandatangani Presiden dan diundangkan Menkumham.
"Padahal menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi, suatu hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UU No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi," kata HNW.
HNW berharap peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi pemerintah, dan segera mengkoreksi dengan cara yang legal yaitu PP tersebut secara resmi segera dicabut oleh Presiden dan dilakukan evaluasi secara menyuruh.
"Setelah dipastikan tidak lagi bermasalah, Presiden mengeluarkan PP baru yang mewajibkan pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia beserta pengaturan teknisnya, sebagaimana diatur dalam UU Perguruan Tinggi, UU Sisdiknas dan juga UUDNRI 1945," katanya mengakhiri.***