PR DEPOK - Salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen belum lama ini mengomentari sikap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.
Pasalnya, Mendikbud Nadiem mengajukan adanya revisi pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait peraturan pemerintahan (PP) soal mata pelajaran Indonesia dan Pancasila.
Padahal, PP Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) tersebut baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2021 lalu.
Melihat kinerja Mendikbud tersebut, pria yang akrab dipanggil Gus Nadir itu mengaku kasihan pada presiden karena ternyata memiliki pembantu yang tidak hati-hati dalam bertindak.
Bagaimana tidak, lanjut dia, aturan yang baru saja disetujui dan ditandatangani presiden malah sudah diminta untuk direvisi lagi.
"Kasihan Pak Jokowi kalau pembantunya teledor kayak gini. PP baru diteken sdh mau direvisi lagi," katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Twitter @na_dirs.
Kemudian seolah tak habis pikir, Gus Nadir heran mengapa presiden bisa dengan mudah menandatangani suatu aturan.
Padahal menurutnya mata pelajaran Pancasila merupakan hal yang sangat penting sehingga apabila tidak diwajibkan dalam standar pendidikan nasional akan menjadi masalah yang serius.
"Gak main2 ini: pendidikan Pancasila jd gak wajib padahal ini penting sekali. Pak Jokowi kok main teken aja sih," ucapnya.
Peristiwa tersebut lantas membuat Gus Nadir berpendapat bahwa negara Indonesia ini tidak bisa ditangani dengan cara yang amatir seperti itu.
"Mengurus negara gak bisa dg cara-cara amatir kaya gini. Duh," ujar Gus Nadir mengakhiri cuitannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mendapat kritikan terkait dugaan hilangnya mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia dari Standar Nasional Pendidikan.
Menyikapi hal tersebut, Nadiem kemudian mengajukan revisi pada PP Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan mengatakan bahwa Bahasa Indonesia dan pelajaran Pancasila akan selalu wajib dalam kurikulum.
Pengajuan revisi terkait substansi kurikulum wajib itu diketahui dilakukan berdasarkan masukan dan kritikan yang datang dari masyarakat dan untuk menghindari adanya kesalahpahaman yang lebih jauh.***