Munarman Ditangkap Densus 88 di Kediamannya, Kuasa Hukum Sebut Caranya Langgar Prinsip-prinsip HAM

28 April 2021, 15:41 WIB
Mantan Sekretaris FPI, Munarman saat ditangkap Densus 88 di kediamannya pada Selasa, 27 April 2021. /Dok. Divisi humas Polri

PR DEPOK - Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Munarman di kediamannya, Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, pada Selasa 27 april 2021 sekitar pukul 15.30 WIB.

M. Hariadi Nasution yang mewakili tim kuasa hukum Munarman menyebut pada saat penangkapan, kliennya diseret oleh beberapa anggota Densus 88 dari dalam rumahnya kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya menumpang mobil berwarna putih.

Hariadi Nasution mengatakan cara-cara paksaan semacam itu tidak perlu dilakukan oleh kepolisian karena Munarman adalah orang yang taat dan mengerti hukum.

Baca Juga: Unggah Video Wawancara Munarman dan Najwa Shihab, Ruhut Sitompul: Akhirnya Kejadian, tak Ada Kata Terlambat

Ia menegaskan bahwa Munarman adalah advokat yang merupakan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

"Dengan demikian, apabila dipanggil secara patut pun klien kami pasti akan memenuhi panggilan tersebut. Akan tetapi, hingga terjadinya penangkapan terhadap klien kami tidak pernah ada sepucuk surat pun diterima klien kami sebagai panggilan," kata M. Hariadi Nasution melalui pesan tertulisnya pada Rabu 28 April 2021 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Tidak hanya itu, lebih lanjut, Hariadi menilai cara penangkapan Munarman telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

Baca Juga: Sebut Berlebihan Jika Tuding Munarman Terlibat Terorisme, Iwan Sumule: Saya Kenal Puluhan Tahun, Tak Layak

Penangkapan Munarman dengan cara menyeret paksa di kediamannya, kemudian menutup mata yang bersangkutan saat turun dari mobil di Polda Metro Jaya, menurut Hariadi telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

Hariadi menyebutkan penangkapan Munarman menyalahi prinsip hukum dan HAM sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Tim kuasa hukum juga menyesalkan langkah kepolisian yang tidak melayangkan surat panggilan terlebih dahulu kepada Munarman.

Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Munarman, Azis Yanuar menyebutkan bahwa kliennya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana terorisme.

Baca Juga: TNI AL Ungkap Penyebab KRI Nanggala-402 Tenggelam: karena Faktor Alam, Ada Internal Solitary Wave

Munarman diduga terlibat kegiatan baiat (pengambilan sumpah setia) kepada salah satu organisasi radikal teroris di Medan, Jakarta, dan Makassar beberapa tahun lalu.

Terkait dengan dugaan itu, Aziz Yanuar membantah bahwa Munarman terlibat ISIS, karena menurutnya Munarman hadir pada acara seminar, bukan baiat.

Sejalan dengan Aziz Yanuar, Hariadi juga membantah tuduhan tersebut.

"Terhadap tuduhan keterlibatan klien kami dengan ISIS, sejak awal klien kami dan ormas FPI telah secara jelas membantah keras karena menurut klien kami tindakan ISIS tidak sesuai dengan yang diyakini oleh klien kami," katanya.

Hingga kini Munarman masih berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. Kuasa hukum Munarman juga menyebut kliennya belum bisa dihubungi hingga saat ini.

Baca Juga: Rumah Baru tak Kunjung Jadi, Baim Wong Pecat Seluruh Pekerja dan Tuding Ada Pihak Korupsi Dana Pembangunan

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Munarman memiliki hak untuk bertemu kuasa hukumnya. Apabila terus tidak memiliki akses, menurut Hariadi, aparat akan melanggar prosedur hukum.

Hingga saat ini, Pihak kepolisian belum dapat langsung dihubungi untuk diminta tanggapan mengenai kesulitan tim kuasa hukum menemui Munarman. Begitu pula, terkait dengan adanya dugaan pelanggaran prosedur hukum dan HAM saat polisi menangkap eks petinggi FPI itu.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler