PR DEPOK - Tokoh Papua, Christ Wamea kali ini menyoroti keputusan pemerintah, yang membatalkan kembali pemberangkatan jemaah haji tahun 2021 ini.
Alasan dari diambilnya keputusan tersebut, yaitu karena mempertimbangkan keselamatan jamaah lantaran pandemi Covid-19 hingga kini belum juga selesai.
Menanggapi hal itu, Christ Wamea lantas menilai Kementerian Agama (Kemenag) tak mampu menangani masalah keberangkatan haji.
"Hanya urus keberangkatan Haji saja tidak mampu," kata Christ Wamea seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Twitter @PutraWadapi pada Kamis, 3 Juni 2021.
Berbeda ketika membahas soal radikalisme, Christ Wamea menyindir Menag atau Kemenag bisa sampai tujuh tahun lamanya jika bicara perihal isu radikalisme.
"Tapi klu bicara radikalisme bisa 7 tahun.," ucapnya menambahkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660/2021, pemerintah kembali tidak memberangkatkan jamaah haji pada 1442 Hijriyah atau 2021 Masehi.
Keputusan tersebut diambil dengan alasan mempertimbangkan keselamatan dan keamanan jamaah haji di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Karena masih pandemi dan demi keselamatan jamaah, pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jamaah haji Indonesia," kata Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers pada Kamis, 3 Juni 2021.
Sebelum memutuskan hal tersebut, Kemenag juga telah berkoordinasi dengan beberapa pihak seperti DPR RI, kementerian/lembaga, organisasi keagamaan, asosiasi travel, dan sejumlah unsur lainnya.
Kemudian, hal lain yang menjadi alasan adalah karena Arab Saudi sendiri tak kunjung membuka akses haji bagi jamaah luar negeri, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Pimpinan KPK Tak Akan Menarik Kembali SK Pembebastugasan 75 Pegawai yang Tidak Lolos TWK
Akibatnya pemerintah tak memiliki cukup waktu untuk menyiapkan pelayanan dan perlindungan bagi para jamaah haji.
Selain itu, Menag Yaqut juga menjelaskan bahwa hingga kini belum ada negara lain yang mendapatkan kuota haji, lantaran belum adanya penandatanganan nota kesepahaman dengan Arab Saudi.
"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatangan nota kesepahaman memang belum dilakukan," ucapnya menambahkan.***