PR DEPOK - Kepala Bappilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief ikut memberikan tanggapan terkait langkah Ketua Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, yang menggugat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly.
Keputusan yang digugat oleh Moeldoko pada Jumat, 25 Juni 2021 kemarin itu perihal permohonan kubu Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengubah struktur kepengurusan Partai Demokrat.
Menanggapi hal tersebut, Andi Arief lantas mengingatkan Moeldoko soal kemungkinan yang terjadi apabila gugatan itu terus dilanjutkan olehnya dan kubu KLB.
Andi Arief menilai bahwa langkah Moeldoko selaku KSP menggugat keputusan Menkumham, Yasonna Laoly sama halnya dengan menggugat presiden.
Sebab menurutnya, Menkum HAM Yasonna Laoly juga merupakan pembantu presiden atau perpanjangan tangan pemimpin.
"Saya cuma mengingatkan Pak Moeldoko, pertama tidak elok KSP menggugat presiden karena menkumham perpanjangan tangan Presiden," kata Andi Arief dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Twitter @Andiarief__ pada Sabtu, 26 Juni 2021.
Kemudian, politisi Partai Demokrat itu juga menjelaskan bahwa langkah yang diambil Moeldoko itu bisa dikenai pasal karena pemalsuan KTA.
Mengingat bahwa Moeldoko sendiri diketahui bukan merupakan anggota atau kader dari Partai Demokrat.
Namun, dikatakan Andi Arief, apabila Moeldoko memang kukuh untuk melanjutkan proses tersebut, risiko terburuknya adalah mengalami malu.
"Kedua, bisa kena pasal pemalsuan KTA Demokrat karena bukan anggota Demokrat. Kalau nekad ya silahkan, siap-siap kembali malu," ucap Andi Arief mengakhiri cuitannya.
Seperti diketahui sebelumnya, usai permohonan pengesahan hasil KLB di Deli Serdang ditolak oleh Kemenkumham, Moeldoko dan Jhoni Allen Marboen mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam gugatan tersebut, pihak KLB meminta majelis hakim agar memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly mengesahkan permohonan kubu KLB,
Pengesahan yang dimaksud adalah terkait perubahan struktur kepengurusan Partai Demokrat dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Kemudian, mereka juga meminta majelis hakim mencabut Surat Menteri Hukum dan HAM Nomor: M.HH.UM.01.10-47, yang pada intinya Kemenkumam menolak permohonan kelompok KLB.***