PR DEPOK – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan lima tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa yakin bahwa Edhy Prabowo terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benur lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor.
"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," kata JPU KPK Ronald Worotikan seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Rabu, 30 Juni 2021.
Baca Juga: Dituntut JPU KPK Hukuman Penjara 5 Tahun, Edhy Prabowo Tetap Akui Tak Bersalah dan Ajukan Pledoi
Tuntutan lima tahun penjara yang dijatuhkan kepada Edhy Prabowo ini kemudian dikomentari oleh Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Umar Hasibuan atau yang akrab disapa Gus Umar.
Gus Umar menilai tuntutan tersebut menunjukkan bahwa hukum di negara ini bobrok.
“Lihat kan betapa parah dan bobroknya hukum dinegara ini. Cuma 5 tahun tuntutannya. Vonisnya mgkn bisa 2 tahun. Bangke banget kan,” ujarnya seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya @UmarChelsea75.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan pertimbangan dari penjatuhan tuntutan lima tahun penjara terhadap Edhy Prabowo.
Baca Juga: KPK Dalami Peran Azis Syamsuddin dan Fahri Hamzah Usai Disebut dalam Sidang Lanjutan Edhy Prabowo
Hal yang memberatkan kasus ini adalah perbuatan terdakwa Edhy Prabowo tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN dan dia selaku penyelenggara negara, yaitu sebagai menteri tidak memberikan teladan yang baik.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa Edhy Prabowo bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset telah disita.
Selain itu, jaksa menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS dengan ketentuan dikurangi seluruhnya dengan uang yang dikembalikan terdakwa.
Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap, maka harta bendanya akan disita jaksa dan dilelang untuk menutupi hal tersebut. Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta maka dipidana penjara selama 2 tahun.
Terhadap Edhy, jaksa juga menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.***