MK Minta Kerumitan Pemilu Indonesia Dibawa ke Kemendagri

5 Oktober 2021, 20:20 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. /Instagram.com/@infojakarta/

PR DEPOK – Terkait kerumitan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia mendapat sorotan dari Anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) Saldi Isra.

Menurut Saldi Isra, salah satu penyebab pemilu di Indonesia rumit karena melibatkan terlalu banyak pihak di dalam prosesnya.

"Pemilu kita yang ribet dan rumit itu terlalu banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Ada yang menyelesaikan tahapan administrasi, etik, hingga sengketa hasil," kata Saldi Isra dalam Sidang Perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021 yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, pada Selasa, 5 Oktober 2021 seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.

Baca Juga: Hasil Studi Terbaru: Kemanjuran Vaksin Pfizer Inc /BioNTech Menurun Setelah Vaksin Covid-19 Dosis Kedua

Adapun pernyataan Saldi Isra tersebut merupakan tanggapan dari keterangan kuasa hukum Presiden, Wahyu Chandra Purwo Negoro, yang sebelumnya memaparkan desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Saldi Isra lantas menyoroti diskusi lebih lanjut dari pemerintah terkait desain sistem pemilu yang melibatkan lembaga-lembaga terkait.

"KPU, Bawaslu, dan DKPP 'kan lahir dari pemaknaan atau tafsir konstitusi yang ada dalam Pasal 22E (ayat 5 UUD NRI Tahun 1945, red.). Sudah ada atau enggak diskusi yang mendalam di internal pemerintah, tentang bagaimana sih desain sistem kepemiluan kita dan desain penyelenggaraan ini ke depan?" ucap Saldi.

Menurut Saldi Isra, keberadaan lembaga-lembaga pemilu tersebut, merupakan akibat dari Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Baca Juga: Daftar Lengkap Wilayah PPKM Level 1-3 Wilayah Jawa-Bali yang Berlaku hingga 18 Oktober 2021

Sementara itu, menurutnya, ketiadaan huruf kapital dalam frasa komisi pemilihan umum menjadi penyebab frasa tersebut sebenarnya ditafsirkan oleh pembuat aturan untuk makna fungsi, dan bukan bermakna institusi.

Dengan demikian, hasil dari tafsir pasal itu mengakibatkan kehadiran lembaga-lembaga pemilihan umum terkait.

Maka dari itu, ia mendesak pemerintah agar hal tersebut bisa dibawa ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Pemerintah harus berdiskusi terkait ini. Soal pemilu dan penyelenggara pemilu itu tidak terhindarkan tingkat urgensinya. Mestinya, sudah ada diskusi-diskusi yang kayak begini di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri, red.)," kata Saldi.

Sebagai informasi, KPU berperan sebagai pelaksana dan pengendali penyelenggaraan pemilu.

KPU nantiya akan diawasi oleh Bawaslu dalam melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan pemilu.

Baca Juga: Temani Kenang Mirdad Saat Sidang Mediasi, Ini Tanggapan Naysila MirdadBaca Juga: Temani Kenang Mirdad Saat Sidang Mediasi, Ini Tanggapan Naysila Mirdad

Sementara itu, DKPP akan mengawasi sikap dan perilaku anggota KPU dan anggota Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu.

Dalam pelaksanaannya, DKPP membentuk Majelis Kehormatan DKPP untuk mengawasi penerapan kode etik internal anggota DKPP sehingga menjamin integritas dan kemandirian masing-masing individu lembaga DKPP.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: YouTube Mahkamah Konstitusi RI

Tags

Terkini

Terpopuler