KPK Tak Ingin Corona Jadi Alasan Pembebasan Koruptor, Sebelumnya Disebut Menyambut Positif

5 April 2020, 08:06 WIB
GEDUNG KPK.* /BENARDY FERDIANSYAH/ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT - Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Nurul Ghufron menyatakan KPK menolak pandemi virus corona dijadikan dalih pembebasan koruptor melalui revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Hal tersebut disampaikan sebagai respons atas pernyataan dia beberapa hari lalu yang menyambut positif usulan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly soal revisi PP 99 Nomor 2012, salah satunya dengan membebaskan narapidana kasus tindak pidana korupsi berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani 2/3 masa pidana.

"Beberapa hari yang lalu saya dihubungi sejumlah rekan media terkait wacana Menkumham membebaskan sejumlah narapidana termasuk kasus korupsi. Dari jawaban saya saat itu terdapat beragam respons dari publik dan kolega. Agar tidak terdapat kekeliruan atau bias pemahaman, perlu saya tegaskan beberapa hal," ucap Ghufron di Jakarta, Sabtu 4 April 2020 sebagaimana dikabarkan Antara.

Baca Juga: Selain Corona, Thailand Perangi Virus Afrika yang Bunuh Ratusan Kuda

Pertama, kata dia, pertanyaan teman media pada intinya meminta pendapatnya soal wacana Yasonna Laoly untuk membebaskan sejumlah narapidana termasuk kasus korupsi.

"Jawaban saya pada media menyampaikan (bahwa) saya memahami pandemi virus corona merupakan ancaman bagi kemanusiaan secara global atas dasar nilai kemanusiaan. Namun, agar tetap perlu dilakukan secara berkeadilan dan memperhatikan tercapainya tujuan pemidanaan," tuturnya.

Kedua, kata dia, maksud dari sisi kemanusiaan itu adalah bahwa virus corona mengancam jiwa narapidana, tetapi penekanannya adalah pada prasyarat keadilan.

Baca Juga: Jumlah Korban Corona di New York Hampir Samai Korban Serangan Menara WTC 9/11

"Karena selama ini di saat kapasitas lapas yang melebih 300 persen, masih banyak pemidanaan kepada napi koruptor faktanya tidak sesak seperti halnya sel napi umum sehingga tidak adil kalau ternyata napi koruptor diperlakukan yang sama dengan napi yang telah sesak kapasitasnya," ujar Ghufron.

Ketiga, ucap dia, soal memperhatikan tujuan pemidanaan. Maksudnya adalah bahwa alasan pembebasan narapidana tidak meniadakan prasyarat proses dan tahapan pembinaan napi di lapas.

"Artinya, tidak boleh pembebasan tersebut meninggalkan bahkan dilakukan tanpa seleksi ketercapaian program pembinaan bagi narapidana di lapas, selain syarat usia dan kerentanan potensi penyakit yang diidap oleh narapidana," kata dia.

Baca Juga: Viral Teori Konspirasi Kaitkan Jaringan 5G dengan Virus Corona, Sejumlah Menara Dibakar

Keempat, ia menegaskan bahwa perhatian utama dalam pernyataannya beberapa hari lalu adalah tentang aspek kemanusiaan serta perwujudan physical distancing di lapas.

Kelima, KPK tidak pernah diajak membahas soal wacana revisi PP 99 Nomor 2012 tersebut.

"Karenanya, konteksnya tentang wacana tersebut kami malah memberikan prasyarat bahwa walau rencana itu kami pahami atas dasar kemanusiaan, kami memberikan koridor keadilan dan ketercapaian tujuan pemidanaan, itu poin utama dari pernyataan saya tersebut," ujar dia.

Keenam, KPK memandang Kementerian Hukum dan HAM belum melakukan perbaikan pengelolaan lapas dan melaksanakan rencana aksi yang telah disusun sebelumnya terkait dengan perbaikan lapas.

"Usai OTT di Lapas Sukamiskin yang membuktikan praktik korupsi/suap di balik fasilitas narapidana sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang, selama masih seperti ini adanya, tidak beralasan untuk melakukan pembebasan terhadap napi karena malah akan menimbulkan ketidakadilan baru," ucap Ghufron.***

Editor: Yusuf Wijanarko

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler