PR DEPOK - Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) digugat oleh mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua beserta 11 orang lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut teregistrasi dengan Nomor 15/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022, seperti yang dipantau berdasarkan laman resmi MK.
Adapun penggugat menamakan diri mereka yaitu tergabung ke dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
Di dalam gugatannya tersebut, pemohon menyebutkan sejumlah poin-poin kerugian konstitusional, di antaranya pemohon dirugikan secara potensial dalam penalaran yang wajar dapat terjadi apabila diberlakukannya Undang-Undang IKN.
Soal gugatan UU IKN ke MK, turut direspon oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko. Menurut Moeldoko gugatan tersebut sebagai tanda keegoisan.
Respon Moeldoko itu tampak ditanggapi oleh Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid. Ia mengatakan bahwa semestinya mendengarkan seluas-luasnya aspirasi publik saat membuat UU dan persilahkan gugatan UU IKN ke MK.
"Soal UU IKN, Benar KSP Moeldoko:”Janganlah Kita Egois”. Maka mestinya dengarkan seluas-luasnya aspirasi publik saat membuat UU dan persilahkan gugat UU IKN ke MK," kata Hidayat Nur Wahid.
Lebih lanjut, ia memberikan opsi lainnya yaitu dengan mengikuti presiden sebelumnya yang telah memiliki wacana, dan tak ada pandemi Covid-19, tetapi tidak jadi memindahkan Ibu Kota Negara (IKN).
"Atau ikuti Presiden-presiden sebelumnya yang punya wacana, dan tak ada Corona, tapi tak jadi pindahkan Ibukota," kata Hidayat Nur Wahid, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @hnurwahid.
Diketahui, Abdullah Hehamahua mengatakan telah berupaya melakukan berbagai upaya untuk mengurangi, bahkan menghilangkan praktik-praktik korupsi di Indonesia.
Adapun, pemohon juga mengerti dan memahami celah-celah terjadinya praktik korupsi di Indonesia, dan salah satunya melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari APBN.
"Perpindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan tentunya memerlukan pembangunan yang besar-besaran guna mendukung fasilitas di Ibu kota baru," bunyi keterangan pemohon.
Abdullah menjelaskan dana yang diperlukan untuk pembangunan IKN baru ialah sebesar kurang lebih Rp501 triliun. Dana yang sebesar itu, akan membuka peluang untuk terjadinya korupsi.***