PR DEPOK – Sebelumnya, diketahui bahwa warga melakukan demo tolak tambang di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menanggapi demo tolak tambang di Parigi Moutong, Sulteng, Refly Harun selaku pengamat politik memberikan tanggapannya.
Menurut Refly Harun, seharusnya pada kegiatan demo tolak tambang, pengusaha harus melakukan negosiasi.
“Harusnya dalam setiap konflik seperti ini, aparat di belakang saja ya, suruh pengusaha itu melakukan negosiasi, menyelesaikan persoalan, apa tuntutan,” ujar Refly Harun sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun pada 14 Februari 2022.
Refly Harun juga berpandangan jika aparat dalam demo tolak tambang ini seharusnya menjadi fasilitator.
“Aparat keamanan bersikap sebagai fasilitator bukan sebagai katakanlah pasukan atau centeng yang berpihak kepada salah satu pihak ya, itu yang sebenarnya sering muncul masalah,” ujar Refly Harun.
Kejadian ricuh dalam demo tolak tambang ini, Refly Harun menyarankan agar dilakukan audit secara menyeluruh.
“Saya mengatakan harus di audit secara keseluruhan ya kenapa masalah ini bisa terjadi, misalnya ya terkait dengan tadi, bagaimana misalnya gerak langkah dari perusahaan tersebut ya dalam membiayai pilkada misalnya,
"Kemudian juga terkait dengan apakah ada pendapatan-pendapatan yang ilegal ya kepada aparat dan kepada pejabat dan lain sebagainya,” ujar Refly Harun.
Baca Juga: Tak Terendus Media, Kim Seon Ho Diam-Diam Donasikan Rp599 Juta untuk Yayasan Leukemia Anak Korea
Hal tersebut menurut Refly Harun perlu dilakukan agar pokok permasalahan yang menjadi demo berujung kerusuhan dapat terselesaikan.
“Sehingga secara objektif kita bisa melihat bahwa masalahnya adalah soal keterlibatan aparat dan pejabat lebih dalam karena memang ada katakanlah praktik-praktik ilegal,” ujar Refly Harun.
Adapun pelaksanaan audit, Refly Harun menuturkan jika audit tersebut harus dilakukan oleh pihak independen.
“Nah kalau itu dilakukan audit dan memang klir tentu yang melakukan audit harus yang independen ya, maka kita tau letak permasalahannya hanya semata-mata karena ketidaksepakatan antara rakyat dan pengusaha,
"Atau kah di antara rakyat dan pengusaha itu ada aparat dan pejabat yang misalnya menikmati keuntungan dari tambang tersebut,” ujar Refly Harun.***