UU Cipta Kerja Dinilai Berpotensi Jadi Bumerang Ekonomi Indonesia

7 Oktober 2020, 14:17 WIB
Buruh melakukan aksi menolak pengesahan ruu cipta kerja. /ANTARA /

PR DEPOK – Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober lalu.

Selama proses pembahasan hingga saat ini, rancangan yang telah resmi menjadi Undang-undang (UU) ini masih mendapatkan penolakan dari kaum buruh.

Selama proses pembahasan hingga pengesahan, hanya dua fraksi yang menolak disahkannya UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Facebook Gelontorkan Dana 12,5 Miliar Bagi Pelaku UKM di Indonesia Guna Promosikan Bisnis Lokal

Adapun dua fraksi yang menolak tersebut yakni partai Demokrat dan PKS.

Terbaru, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Sukamta menyatakan Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR dapat menjadi bumerang bagi ekonomi Indonesia.

Menurutnya, pasal-pasal kontroversi dalam UU yang banyak disorot publik ini, akan membuka peluang eksploitasi besar-besaran perusahaan asing ke Indonesia.

Baca Juga: Sinopsis Knock Knock, Kisah Keanu Reeves Terbuai Rayuan Dua Orang Gadis yang Tayang Malam Ini

"Alih-alih mendapatkan investor dan kemudian akan membuka banyak lapangan kerja, UU ini bisa hadirkan malapetakan ekonomi bagi Indonesia dalam jangka panjang," kata Sukamta dalam keterangannya seperti dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com dari RRI.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengatakan UU Cipta Kerja seperti mengulang kebijakan ekonomi pada awal Orde Baru yang memberi karpet merah kepada berbagai perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Dalam jangka pendek, menurutnya Indonesia menikmati devisa, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan banyak lapangan kerja.

Baca Juga: Dampak Pengesahan UU Cipta Kerja, PKS: Investor Akan Bawa Ribuan TKA Tiongkok Masuk ke Indonesia

Namun dalam jangka panjang, semua pertambangan dikuasai dan dieksploitasi asing, berbagai industri besar menjadi milik asing.

"Rakyat Indonesia hanya kebagian menjadi buruh dan kuli di negeri sendiri. Saat ini, kemungkinan bisa lebih buruk dengan UU Ciptaker ini, karena buruh kita menjadi berpeluang lebih dieksploitasi," ujarnya.

Sukamta juga memandang, situasi geopolitik ekonomi terutama adu pengaruh dalam perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan semakin menyulitkan Indonesia.

Baca Juga: Kritik Unik dan Kreatif, Netizen Membuat Diskon Makanan untuk PKS dan Demokrat

Untuk itu, harus ada pembenahan sistemik terhadap kelemahan fundamental ekonomi.

"Nilai impor setiap tahun lebih besar dari ekspor, ini kan jelas tanda fundamental ekonomi Indonesia lemah. Keberadaan Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa jadi malah membuat pengusaha lokal, petani dan nelayan semakin terjepit hadapi serbuan pengusaha asing dan produk-produk impor," ucapnya.

Politikus PKS ini, meminta pemerintah untuk memperkuat ekonomi dari hulu ke hilir dengan berbagai kebijakan yang memudahkan pengusaha lokal.

Baca Juga: Investor Global Prihatin dan Penolakan Semakin Meluas, MPR Minta Pemerintah Evaluasi RUU Ciptaker

Dirinya memprediksi dengan disahkannya UU Cipta Kerja, investor yang masuk akan didominasi dari Tiongkok.

Menurutnya, Tiongkok memiliki ambisi besar dalam mengembangkan ekonomi.

Hal ini lantaran memiliki proyek Belt and Road Initiative (BRI) untuk ekspansi.

Baca Juga: Warganet Wacanakan Pindah Kewarganegaraan Usai Disahkannya UU Cipta Kerja, Ini Kata Ketua DPP PAN

Terlebih adanya pandemi Covid-19 berdampak meningkatnya pengangguran di Tiongkok akibat PHK.

"Maka dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang beri kelonggaran aturan TKA, pasti akan dilirik. Peluang di Indonesia menarik karena investor bisa membawa ribuan TKA," lanjutnya.

Jika kondisi ini terjadi, Sukamta mengaku khawatir pengangguran di Indonesia yang diperkirakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 mencapai 10,7-12,7 juta dan pekerja yang di PHK selama pandemi mencapai 9,8 juta orang akan tetap kesulitan mendapat lapangan kerja.

Baca Juga: Seorang Anak Ditemukan Tidak Bernyawa di Pulau Pari Kepulauan Seribu

Ia juga memprediksi investor dari negara maju, khususnya negara barat akan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia karena terdapat pasal-pasal yang mencabut sejumlah hak pekerja dalam UU Cipta Kerja.

Pasalnya, negara maju sangat menjujung tinggi hak pekerja, dan aktivis HAM di negara maju vokal menentang eksploitasi buruh.

"Jadi kondisinya bisa semakin runyam, skenario-skenario ini mestinya dihadirkan supaya tidak gegabah sahkan RUU. Jika boleh berharap, segera batalkan UU ini dengan Perppu. Pemerintah kemudian fokus memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dengan berbasis penguatan ekonomi rakyat," tutur Sukamta.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler