Beberapa Aksi Demonstrasi Berujung Ricuh, Ini kata Masruhan Samsuri

9 Oktober 2020, 11:10 WIB
Pengunjuk rasa melempar sepeda ke Halte Transjakarta Bundaran HI yang dibakar massa saat aksi menolak UU Cipta Kerja Omnibus Lawa di Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020.* /Antara/Dhemas Reviyanto/ /

PR DEPOK – Maraknya aksi unjuk rasa di berbagai daerah terkait penolakan pengesahan UU Cipta Kerja menarik perhatian Politisi NU, H Masruhan Samsuri.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari situs NU Online, A’wan Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah tersebut mengatakan bahwa aksi unjuk rasa merupakan sebuah kewajaran yang dilakukan di negara-negara demokrasi.

"Demonstrasi atau unjuk rasa untuk menuntut berbagai keinginan adalah sebuah kewajaran dan keniscayaan di negara demokrasi seperti Indonesia," kata Masruhan.

Baca Juga: Geram Fasilitas Umum Dirusak Pendemo, Risma: Aku Bangun Kota Ini Setengah Mati, Kenapa Dihancurin?

Namun, menurutnya aksi demonstrasi harus tetap mengedepankan etika dan kesantunan.

Hal ini bertujuan agar niat baik memperjuangkan kebenaran dan keadilan tidak kontra produktif.

Politisi NU yang duduk di komisi A DPRD Jateng itu juga mengatakan bahwa gerakan memperjuangkan keinginan yang diyakini kebenarannya harus ditempuh dengan jalan yang benar pula dan tidak mengabaikan etika.

Baca Juga: Dorong Pemerintah Rangkul Buruh, Puan Maharani: DPR Pastikan UU untuk Kebijakan Nasional

Menanggapi adanya aksi unjuk rasa di berbagai daerah yang berujung pada kericuhan, Masruhan mengatakan bahwa semua orang terutama generasi muda harus belajar menyampaikan aspirasi dengan benar, mengingat banyak cara yang dapat menyampaikan aspirasi tersebut.

"Karena itu, siapa saja, terutama generasi muda termasuk para pelajar dan mahasiswa harus belajar menyampaikan aspirasi dengan benar di era demokrasi seperti sekarang ini. Banyak saluran yang bisa digunakan untuk mengekspresikan keinginan dan sikap kritis," ujarnya.

Menurutnya apabila aksi unjuk rasa ditempuh dengan jalan yang tidak tepat, bisa jadi masyarakat yang semula mendukung malah berbalik mengecam.

Baca Juga: Aksi Demonstrasi Buruh Menolak UU Cipta Kerja di Surabaya Disusupi, Ini Kata Ketua SPSI

Ia juga mengatakan, unjuk rasa termasuk salah satu ungkapan ekspresi yang dijamin di negeri ini.

Namun, ungkapan ekspresi itu tidak boleh mengabaikan etika, dan menyakiti atau merugikan pihak lain, misalnya merusak aset orang lain.

"Tindakan anarkis dengan merusak aset orang lain mestinya harus dihindari agar kebebasan yang sedang dinikmati itu tidak mengganggu pihak lain," ucapnya.

Baca Juga: Terdorong Pengurangan Pasokan di Tiga Negara, Harga Minyak Dunia Kembali Naik

Dia menambahkan, para inisiator atau penggerak unjuk rasa semestinya tidak hanya mengeksploitasi luapan emosi massa namun juga menyisipkan nilai pendidikan politik dan demokrasi di dalamnya dengan benar dan etis.

Sehingga, lanjutnya, agenda aksi tidak hanya terkesan hanya memaki.

"Sehingga agenda aksi tidak hanya terkesan hanya memaki-maki pihak yang dikritisi atau ungkapan ketidakpuasan saja tetapi sekaligus memberikan teladan kepada publik bagaimana berdemokrasi yang baik," ujarnya.

Baca Juga: Fokus Berbenah Bersama MU, Paul Pogba Puji Real Madrid dan Zidane

Di sisi lain, Ketua PWNU Jateng Muhammad Muzamil setuju dengan pendapat Masruhan tersebut.

Menurutnya, agenda demonstrasi harus diatur dengan baik dan rapi dengan tetap mengedepankan etika dan kesopanan.

Hal itu lantaran segala gerak-gerik dan ungkapan di ruang publik disaksikan oleh warga lintas profesi dan usia.

Baca Juga: Dua Hari Terakhir Unjuk Rasa, Polisi Amankan 499 Orang

"Ekspresi di ranah publik tanpa etika sangat tidak mendidik generasi penerus. Karena tu agenda demonstrasi atau unjuk rasa harus dimenej dengan bagus dan rapi dengan tetap mengedepankan etika dan sopan santun yang menjadi ciri masyarakat Indonesia," tutur Muhammad Muzamil.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id

Tags

Terkini

Terpopuler