Lebih jauh, Ismail menuturkan bahwa warganet yang berada di sisi kontra pada insiden tersebut jauh lebih banyak.
"Insiden penembakan 6 anggota FPI oleh polisi dilihat publik dengan kacamata pro dan kontra, di mana proporsi yang kontra terhadap penembakan ini jauh lebih besar dari yang pro,” ujar Ismail, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Kesimpulan
1/ Insiden penembakan 6 anggota FPI oleh polisi dilihat publik dengan kacamata pro dan kontra, dimana proporsi yang kontra terhadap penembakan ini jauh lebih besar dari yang pro.— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) December 8, 2020
Baca Juga: Terungkap, Saksi Sebut Harga Sewa Setahun Apartemen yang Didiami Jaksa Pinangki Senilai Rp882 Juta
Kemudian, ia menilai bahwa dari sekian wacana yang ada di media sosial, yang paling dominan yakni saran untuk membentuk tim independen guna mengungkap kasus tersebut.
"Banyak akun yg selama ini bersebrangan dengan FPI, ternyata mereka kini bersatu dalam klaster yang kontra terhadap penembakan," ucapnya.
2/ Dari sekian banyak narasi dalam percakapan, yang paling dominan adalah tuntutan agar dibentuk tim independen untuk mengungkap kebenaran.
3/ Banyak akun yg selama ini berseberangan dengan FPI, ternyata mereka kini bersatu dalam cluster yang kontra terhadap penembakan.— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) December 8, 2020
Baca Juga: Pengamat Sebut Jika Sejak Awal HRS Tak Biarkan FPI Timbulkan Kerumunan, Tak Akan Ada Reaksi Aparat
Baca Juga: Sebut FPI Suka Bohong, Habib Husin: Kalau Terbukti Bawa Senjata, Ini Bisa Ancam Masyarakat
Poin terakhir, dikatakan Ismail, adalah adanya dilema emosi publik mengenai insiden penembakan terhadap laskar FPI tersebut.
Dijelaskan oleh Ismail, emosi publik terbagi menjadi dua yakni sedih dan senang.
"Emosi publik terbagi dua besar: sedih atas meninggalnya 6 anggota FPI; dan di sisi lain senang atas meninggalnya mereka yang dianggap sebagai ormas teroris," ujarnya mengakhiri.