Kondisi AS Kini Dinilai Mirip Peristiwa 1998, Fahri Hamzah: Provokasi Rakyat Timbulkan Radikalisasi

- 9 Januari 2021, 21:23 WIB
Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. /Instagram @fahrihamzah

PR DEPOK – Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah turut berkomentar soal situasi di Amerika Serikat (AS) saat para pendukung Donald Trump menyerbu Gedung Capitol AS dalam serangan terhadap demokrasi AS ketika kongres mengesahkan kemenangan Joe Biden.

Fahri Hamzah melihat keadaan di AS kemarin sama persis dengan keadaan di Indonesia saat terjadi peristiwa 1998.

“Situasi di AS secara visual itu persis sama seperti yang terjadi pada bulan Mei 1998 itu sekitar 21 atau 22 tahun yang lalu,” kata Fahri Hamzah seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari kanal YouTube Fahri Hamzah Official pada Sabtu, 9 Januari 2021.

Baca Juga: Polri Dalami Laporan terhadap Fadli Zon, Muannas: Jika Diproses, Akan Jadi Terobosan dan Efek Jera

Fahri Hamzah menerangkan persamaan tersebut yakni peristiwa 1998 adalah ketika Indonesia sedang mengalami pergantian pemerintahan, dan sama halnya dengan AS yakni terjadinya pergantian pemerintahan tetapi Donald Trump enggan mengakui kekalahannya di Pilpres lalu.

“Kalau di Indonesia waktu itu juga rezim yang sudah berkuasa lama yang dianggap oleh mahasiswa enggan mengundurkan diri,” ujar Fahri Hamzah.

Fahri Hamzah juga menyebut terdapat pelajaran penting yang bisa diambil dari kedua peristiwa yang berkaitan dengan pemerintahan ini.

Baca Juga: Kabar Baik! Peserta BLT BPUM UMKM 2020 yang Belum Bisa Ambil Dana Rp2,4 Juta, Dipastikan Cair 2021

Menurut Fahri Hamzah peristiwa seperti ini boleh dikatakan sama-sama merupakan proses politik dalam menciptakan radikalisasi di tingkat rakyat.

“Kalau pada tahun 98 radikalisasi terjadi pada kuatnya pemerintahan dan berkurangnya kebebasan. Sehingga rakyat yang dipimpin oleh kekuatan mahasiswa, mengambil inisiatif untuk melakukan kontrol kepada gedung parlemen,” ucapnya.

Sementara yang terjadi di AS, lanjut Fahri Hamzah, adalah ketidakpuasan dari pendukung Donald Trump terhadap hasil pemilu yang kemudian menyebabkan mereka menganggap bahwa kongres itu menjadi oposisi yang terlalu kuat kepada Trump hingga munc rakyat ini.

Baca Juga: Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh di Kepulauan Seribu, Menhub Budi Karya Ungkap Kronologinya

“Tapi yang lebih penting adalah kalau peristiwa 98 transisi dari otoriterisme kepada demokrasi, tapi dalam pemilu di AS sebenarnya memang Donald Trump bisa dianggap semacam pemimpin otoriter tapi lanskap perubahannya itu demokrasi. Karena itu saya lebih menyoroti kejadian meradikalisasi rakyat,” tuturnya.

Lebih lanjut, Fahri Hamzah mengatakan peristiwa di AS kemarin bisa dijadikan pelajaran untuk masyarakat di Indonesia.

“Ini pelajaran buat kita yang sama-sama berada dalam iklim demokrasi di AS yang sama dengan kita, bahwa provokasi terhadap rakyat itu bisa menciptakan radikalisasi, dan radikalisasi bisa menciptakan proses politik masif yang berakhir dengan dikuasainya gedung parlemen,” tuturnya.

Baca Juga: Lokasi Jatuhnya Sriwijaya Air SJY 182 Diinformasikan Oleh Nelayan, Sebelumnya Dengar Suara Ledakan

Kemudian, Fahri Hamzah mencontohkan terkait radikalisasi di mana Twitter menutup akun Donald Trump karena dipakai untuk provokasi massa.

“Sekali lagi ini adalah problem provokasi. Pelajarannya adalah sebaiknya elite jangan terjebak meneruskan pembelahan pada masyarakat yang bisa menyebabkan radikalisasi yang menguat. Sebaiknya pemimpin itu menciptakan suasana yang rekonsiliatif sehingga menyebabkan masyarakat mengambil jalan yang lebih damai,” ujar Fahri Hamzah.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x