Tanggapi Isu 'Madam Bansos', Refly Harun: Pemerintah Tak Serius, Korupsi Selalu Libatkan Elite Politik Partai

- 26 Januari 2021, 21:51 WIB
Ahli hukum tata negara, Refly Harun.
Ahli hukum tata negara, Refly Harun. /Instagram @reflyharun

PR DEPOK – Polemik sosok "Madam" yang disinggung dalam kasus korupsi bansos mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, masih terus bergulir di masyarakat.

Sosok Madam ini bermula dari penelusuran salah satu media Tanah Air yang mendalami kasus korupsi bansos tersebut.

Polemik Madam bansos ini juga turut ditanggapi oleh ahli hukum tata Negara, Refly Harun.

Baca Juga: Berencana Wisata Kala Pandemi? Berikut Tips Menarik yang Dibagikan Nicholas Saputra

Dalam kanal YouTube pribadinya, Refly Harun mengatakan, bahwa pemberantasan korupsi merupakan salah satu dari bagian tiga agenda reformasi selain amandemen UUD 1945 dan penghapusan dwi fungsi ABRI.

Refly memaparkan, bahwa dari tiga agenda reformasi itu, hanya korupsilah yang belum benar-benar terlaksana dengan baik.

Dia menilai, pemberantas korupsi tidak pernah sukses. Lantaran tidak ada keseriusan dari pemerintah selama ini, pasca reformasi, dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Baca Juga: 153 WNA China Masuk ke RI, Bambang Soesatyo: Pemerintah Harus Jelaskan Konsistensi Larangan Masuk bagi WNA

Ketidakseriusan tersebut, menurut Refly, karena dalam pemberantasan korupsi selalu melibatkan elite politik, partai, hingga elite istana.

“Ternyata sejak tahun ‘98 sampai sekarang, pembatasan korupsi tidak pernah sukses. Kita baru sukses menghadirkan lembaga anti rasuah, melalui undang-undang KPK tahun 2002. Bekerja 2002, dan sudah banyak yang kena pedang KPK”

“Tapi persoalannya, dari pemerintah ke pemerintah, terlihat tidak ada keseriusan pemerintahan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Lantaran, pemberantasan korupsi itu pasti selalu melibatkan elite-elite politik, elite-elite partai, elite-elite istana. Makanya kemudian, sejak tahun '98 sampai sekarang, hampir 24 tahun, kemajuan pemberantasan korupsi kita sangat lemah,” tutur Refly Harun sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com.

Baca Juga: Cek Penerima BST Rp300 Ribu dengan NIK KTP dan KIS, Tinggal 5 Hari Lagi Pencairan untuk Periode Januari 2021

Refly menjelaskan, saat ini Indonesia masih termasuk dalam negara korup.

Pernyataan ini mengacu dari IPK atau Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang masih berada dalam kategori Negara korup.

”Indonesia sekarang, masih tergolong negara yang korup. Karena IPK-nya, indeks persepsi korupsinya maksimal 40. Padahal, 0-25 itu sangat korup negaranya, 26-50 itu korup, 51-75 itu bersih, 76-100 itu sangat bersih. Kita masih tergolong negara korup, karena memang tidak punya komitmen yang kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi,” ujar Refly Harun.

Refly menilai, minimnya pemberantasan korupsi di Indonesia karena pemerintah justru sibuk dengan agenda-agenda lain.

Baca Juga: Benarkah Kembali Aktifnya PAM Swakarsa Akan Melegitimasi Ormas untuk Menegakkan Hukum di Masyarakat?

Padahal, pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda reformasi yang harus dijalankan.

“Malah saya merasa, sekarang ini, alih-alih memberantas korupsi malah pemerintah sibuk dengan agenda-agenda lain, yang menurut amanat reformasi, ya bukan agenda utama. Seperti radikalisme, kemudian ekstrimisme, yang baru saja ada perpresnya. Padahal, itu bukan main problem republik ini. Main problem republik ini tetaplah korupsi, karena korupsi dilakukan oleh pusat-pusat kekuasaan,” kata Refly Harun.

Untuk diketahui, dalam kasus korupsi bansos tersebut, Juliari menerima suap sebesar Rp17 miliar.

Diduga uang tersebut berasal dari potongan sebesar Rp10.000 untuk setiap paket bansos Covid-19.

Baca Juga: Cara Pencairan Uang BST Rp300 Ribu di Kantor Pos, Tinggal 5 Hari Lagi Pencairan Periode Januari 2021

Dalam penelusuran media tersebut, ditemukan bahwa tidak semua penyedia bansos dikenakan potongan tersebut.

Muncul dua nama yang dicatut tidak dikenai potongan tersebut, yakni Herman dan Ihsan.

Keduanya tidak dikenai potongan karena disinyalir merupakan bagian dari sosok Madam yang mengacu ke seorang petinggi elite politik sebuah partai besar di Indonesia.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x