Nuh juga menyampaikan terdapat beberapa nazhir yang telah lama dikenal di Indonesia selain BWI, yakni Dompet Dhuafa, ACT, Rumah Zakat, Lembaga Amil Zakat Infak Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU), Lazismu, dan sebagainya.
“Jadi yang bedakan wakaf dengan zakat, infaq, dan sedekah, kalau zakat infaq sedekah begitu uang diterima boleh langsung dibagikan ke penerima manfaat, Tapi kalau wakaf tidak boleh, harus diolah uangnya, hasilnya baru boleh dipakai,” paparnya.
Dalam keterangannya tersebut, Ketua BWI itu pun tak lupa untuk mengajak masyarakat, khususnya kaum milenial untuk ikut berpartisipasi dalam Gerakan Nasional Wakaf Uang atau GNWU ini.
“Ada pendatang baru nazhir anak-anak muda, kitabisa.com. itu juga sekarang sudah jadi nazhir. Bagi kaum milenial pun monggo silakan, ke mana saja nazhir yang anda percaya monggo silakan. Tidak harus ke BWI, yang penting harus certified, nazhir-nya itu ada sertifikat, ada izin license dari BWI,” tutur Nuh.
Senada dengan Nuh, klarifikasi juga disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto.
Baca Juga: Sebut Ekonomi Sedang Hanyut, Rocky Gerung: Sekarang Pemerintah Minta Tolong Sama Rakyat
Ia menegaskan bahwa wakaf uang tidak akan masuk ke kas negara dan tidak akan menjadi sumber pendapatan negara.
“Mohon kiranya kesalahpahaman yang mungkin masih ada yang kita temui dalam media sosial selepas peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang ini dapat kita luruskan. Ada yang mempertanyakan apakah wakaf uang menjadi pendapatan negara atau APBN? Ya tidak. Jadi tidak ada dana wakaf yang masuk ke dalam keuangan negara,” ujar Suminto.***