Abu Janda Akui Dibayar Saat Pilpres 2019, Refly: Sumber Uangnya dari Pribadi, Kampanye, atau Negara?

- 5 Februari 2021, 06:45 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Instagram/@reflyharun.

PR DEPOK – Pegiat media sosial, Abu Janda atau yang bernama asli Permadi Arya baru saja memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri pada Kamis, 4 Februari 2021.

Ia diperiksa sebagai saksi terlapor dalam penyelidikan kasus dugaan rasis terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.

Di sisi lain, beberapa waktu sempat beredar video yang berisi pengakuan Abu Janda bahwa dirinya direkrut oleh Jokowi untuk menjadi tim pemenang kampanye Jokowi-Maruf tahun 2018 silam.

Baca Juga: Mensesneg Minta Presiden Tak Balas Surat AHY, Rachland: Kami Urus Masalah Internal, Presiden Urus Pak Moeldoko

Video tersebut dibagikan ulang oleh Pakar Telematika dan Informatika, Roy Suryo di akun Twitter miliknya.

Dari unggahan ini, Roy Suryo menyimpulkan 2 fakta yang bisa dipetik dari pernyataan Permadi Arya tersebut.

Pertama, adanya bagi-bagi jatah jabatan komisaris BUMN, yang kedua yakni bahwa influencer seperti Abu Janda dan Denny Siregar dibayar pakai uang rakyat.

Baca Juga: Saat Akses Eform BRI NIK KTP Tidak Terdaftar di Link eform.bri.co.i/bpum, BLT BPUM UMKM Rp2,4 Juta Tetap Cair

Menanggapi pengakuan Abu Janda yang dibayar ini, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, memaparkan dua hal yang menjadi pertanyaan dari pengakuan pegiat media sosial tersebut.

“Ada dua soal, pertama sumber uang untuk membayar itu dari mana? This is the question, apakah uang pribadi ataukah uang kampanye ataukah uang negara? Itu penting,” ujar Refly Harun, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal Youtube miliknya.

Menurutnya, jika pembayaran terhadap ‘influencer’ seperti Abu Janda ini menggunakan uang negara, maka ini merupakan bentuk abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.

Baca Juga: BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan Akan Dialihkan ke Program Kartu Prakerja, Simak Penjelasannya Berikut

Bahkan kalau dalam perspektif pemilu, lanjutnya, sudah jelas itu merupakan pelanggaran pemilu.

“Karena dia mengaku menjadi influencer dalam prosesi berpilpres, itu kalau uang negara. Jadi kalau kita pakai standar tinggi (high standard) terhadap penyalahgunaan keuangan negara, maka kasus ini harusnya kasus yang menghebohkan, kasus yang bisa diinvestigasi oleh DPR, bikin pansus misalnya,” paparnya.

Akan tetapi, lanjut Refly, jika Abu Janda dibayar dengan uang kampanye TKN atau Tim Kampanye Nasional, hal ini bisa dikategorikan sebagai tindakan money politics.

Baca Juga: BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan Akan Dialihkan ke Program Kartu Prakerja, Simak Penjelasannya Berikut

Lantaran Permadi Arya bukan anggota tim kampanye yang resmi.

“Yang namanya anggota tim kampanye, ketua dan anggota tim kampanye itu, di mana diketuai oleh Erick Thohir, itukan harus terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” jelasnya.

Menurut sepengetahuannya, Abu Janda tidak terdaftar sebagai anggota TKN pada Pilpres 2019 lalu, dan bukan pula anggota partai politik.

Baca Juga: Sebut Isu Kudeta Demokrat Bukan Soal Internal, Rocky Gerung: Ada Kalkulasi Panjang di Belakangnya

Oleh karena itu, Refly Harun menilai kampanye yang dilakukan oleh Abu Janda adalah kampanye yang ilegal.

“Kalau kita kaitkan dengan bayaran itu, bayaran itu bisa kita katakan sebagai tindakan money politics, karena membayar orang yang bukan tim kampanye untuk berkampanye, untuk mengajak orang untuk memilih tentunya,” terang Refly Harun.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: YouTube Sobat Dosen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x