PR DEPOK - Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait aturan seragam dan atribut di lingkungan sekolah baru-baru ini diterbitkan oleh 3 Menteri sekaligus yakni Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Diterbitkannya SKB 3 Menteri itu menindaklanjuti polemik penggunaan jilbab bagi siswi non-muslim yang beberapa waktu lalu sempat menghebohkan publik.
SKB 3 Menteri kemudian menarik banyak pihak untuk turut menanggapi persoalan di dalamnya, salah satunya adalah Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara.
Baca Juga: Selain Gisel, Ada 3 Nama Lain DIsebut dalam Video 38 Menit Milik Nobu
Melalui 10 utas yang dibagikannya di Twitter pribadinya @Bekahapsara pada Jumat, 5 Februari kemarin, dia mengaku sepakat dan mengapresiasi keputusan itu.
Bukan tanpa alasan hal itu diakui Beka Ulung lantaran pendekatannya adalah persoalan hak dan bukan yang lain.
"Masih ramai diskursus soal SKB 3 Menteri tentang aturan seragam di lingkungan sekolah negeri. Sepakat dan apresiasi dengan keputusan yang ada karena pendekatannya adalah HAK bukan yang lain. Rumpunnya adalah Kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Beka Ulung seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Beka Ulung menyebut bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah salah satu hak sipil dan politik.
Kata dia, jaminannya selain terdapat di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, juga terdapat di UU No 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional hak sipil dan politik.
Lebih lanjut, Beka Ulung juga menjabarkan cakupan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) secara garis besar.
Pertama, ujarnya, kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama. Kedua, menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk tidak beragama atau kepercayaan apapun.
"Ketiga, kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaannya, dalam kegiatan : a) Ibadah, b) Pentaatan , c) Pengamalan ; d) Pengajaran. Itu cakupan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB)," ujarnya.
Tak hanya menjabarkan soal cakupannya, Beka Ulung juga menjelaskan mengenai prinsip KBB.
Prinsip KBB yang pertama, kata dia, yaitu tidak dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan sesuai dengan pilihannya.
Prinsip kedua, kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan dapat dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup.
Kata Beka Ulung, prinsip ketiga yaitu kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain
Kemudian, menurutnya prinsip keempat adalah kebebasan orang tua dalam hubungan dengan negara untuk memastikan pendidikan agama moral bagi anak-anak sesuai keyakinan mereka, tidak menghilangkan hak anak untuk kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama.
''Kelima, Pengakuan agama merupakan hak setiap komunitas agama, tanpa diskriminasi. "Prosedur pengakuan" yang bersifat administratif tidak boleh mengalahkan hak atas identitas keagamaan," kata Beka Ulung.
Selanjutnya, lanjutnya, prinsip keenam yakni kewajiban negara terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan serupa dengan kewajiban negara terhadap hak-hak yang lain. Menghormati, melindungi, memenuhi dan menegakkan hak asasi manusia setiap warga negara.***