Pria yang juga sempat menjabat sebagai Ketua Umum MUI itu juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi anggota MWA melalui undangan sebagai wakil dari masyarakat yang kemudian dipilih bersama dengan beberapa calon anggota pilihan lainnya.
Ia lantas menduga memang sejak awal dirinya masuk ke MWA, sudah ada pertarungan ideologis yang ia rasakan.
Din memaparkan, jika pertarungan ideologis masih tetap berlangsung hingga saat ini, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka bagi bangsa.
“Ini suatu malapetaka bagi bangsa, kalau di kampus-kampus kita, termasuk di pusat kepemimpinan akademik masih muncul lagi seperti itu. Ini sudah lagu lama, di UI, di ITB, Gajah Mada,” ujarnya.
Lebih lanjut, Din Syamsudin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pertarungan ideologis itu adalah antara islam dan non islam yang muncul kembali setelah reformasi.
Baca Juga: Cek Daftar Harga Emas Antam, Antam Retro, Antam Batik, dan UBS di Pegadaian Senin, 22 Februari 2021
Namun, kali ini tak hanya berseberangan dengan non muslim, bahkan sesama muslim, menurutnya, saat ini banyak yang berbeda ideologi atau kepentingan.
“Yang seberang sana juga muslim, kadang kala muslim yang taat, tapi ideologi politiknya bukan kepada kepentingan umat islam. Apalah disebut nasionalis, sosialis, bahkan mungkin juga komunis atau sekuler, liberal, lain sebagainya,” katanya menjelaskan.***