Oleh karena survei yang dilakukan LSI yang memilih itu berdasarkan demografi, menurut Refly nama-nama tokoh seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo mungkin saja tak dikenal secara baik di daerah lain.
Namun berbeda halnya dengan Prabowo yang akan lebih dikenal karena sempat mengunjungi daerah-daerah untuk berkampanye.
“Prabowo masih nomor satu (elektabilitasnya) karena Prabowo paling tidak sudah penetrasi ke daerah-daerah ketika kampanye 2014 dan 2019. Tapi apapun itu Prabowo Subianto ‘masih perkasa’," ujarnya.
Kemudian faktor lain yang memengaruhi tingginya elektabilitas Prabowo menurut Refly adalah karena sikapnya yang cenderung diam dalam menghadapi kejadian-kejadian di Tanah Air seperti pembubaran organisasi yang pernah mendukung Prabowo yakni Front Pembela Islam (FPI), kematian Laskar FPI serta masalah-masalah utang luar negeri.
"Prabowo Subianto masih perkasa ini bisa jadi semakin menegaskan sikap diamnya terhadap kejadian-kejadian yang berlangsung baru-baru ini. Bisa dikatakan walaupun dia tidak aktif menjadi 'bemper' Jokowi sebagaimana menteri-menteri lainnya, dia juga tidak mengkritik dari dalam, cenderung stay passive." ujar Refly.
Nyatanya menurut Refly stay passive seperti yang dilakukan Prabowo ini lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menjadi pusat kontroversi.
Namun meski demikian, ia menuturkan bahwa hasil survei LSI ini belum bisa menentukan Prabowo Subianto sebagai kandidat terkuat untuk capres di pilpres 2024.
Pasalnya, jika ini karena efek dua kali pemilu 2014 dan 2019, setidaknya elektabilitas Prabowo harus bertahan hingga 2023 nanti ditengah kandidat lain yang mulai mencuri perhatian.