PR DEPOK - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid memberikan tanggapannya terkait kebijakan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka izin investasi industri minuman keras di Provinsi Papua.
Ia menanggapi pernyataan dari Pakar Hukum Tata Negara yang juga Ketua ICMI, Jimly Asshiddiqie terkait cuitan dia sebelumnya di akun Twitter @JimlyAs pada Minggu, 28 Februari 2021.
"Rncana Pmerintah mliberalisasi indstri miras sbaiknya dibatalkn, dampaknya sngt mrusak & tambah mnjauhkn rkyat dari pmerintah yg sdh dinilai makin tdk mau mdengar," ujar Jimly Asshiddiqie.
Baca Juga: Buka Suara Soal Isu Keretakan Hubungannnya dengan Sule, Andre Taulany Singgung Soal Gimmick Produk
Jimly yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, bahwa organisasi masyarakat keagamaan pun dipastikan akan resisten.
"ICMI & ormas2 keagamaan psti resisten," kata Jimly, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Jimly juga mengatakan jangan jadikan semua urusan untuk investasi ekonomi.
"Jngnlah smua urusan diabdikn utk invstasi eknomi, mari kt bngun bngs scr utuh," ujar Jimly Asshiddiqie.
Baca Juga: Pendaftaran UMKM Online Gratis Melalui oss.go.id, Syarat Utama Dapat Bantuan BLT UMKM 2021
Hidayat Nur Wahid menanggapi pernyataan Jimly Asshidiqie tersebut di akun Twitter pribadinya @hnurwahid, pada Senin, 1 Maret 2021.
Ia mengatakan bahwa sikap Jimly bersesuaian dengan MPR dan Ketua Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia, Dorous Mehue, yakni menolak investasi miras di Papua.
"Saran Prof @JimlyAs, Ketum ICMI, agar Perpres Investasi Miras Dibatalkan, Krn Dampaknya Yg Merusak. Sikap ini bersesuaian dg sikap MRP dan Ketua Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia ; Dorous Mehue, yang menolak investasi miras di Papua," kata Jimly Asshiddiqie.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras di Provinsi Papua.
Baca Juga: Antam Retro hingga UBS Turun Tipis, Berikut Daftar Harga Emas di Pegadaian Senin, 1 Maret 2021
Kebijakan mengenai industri miras ini tertulis di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Kebijakan ini menuai banyak kritik, dari tokoh politik maupun dari tokoh agama.***