PR DEPOK – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, memaparkan alasan di balik penolakan lembaga tersebut terhadap Peraturan Presiden (Perpres) yang melegalkan investasi miras di Indonesia.
Dalam dialognya bersama Hersubeno Arief yang ditayangkan di kanal YouTube Hersubeno Point, Cholil menilai tidak semua investasi akan menghasilkan hal yang baik.
Menurutnya, banyak bidang lain yang juga bisa dibuka investasinya oleh negara.
“Banyak pilihan investasi, jadi miras bukan satu-satunya investasi yang bisa membuat kita bangkit dari ekonomi. Jadi sebenarnya pilihannya banyak karena negara kita negara kaya,” ujar Ketum MUI tersebut dalam video yang diunggah pada Senin, 1 Maret 2021, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Ia lantas menuturkan, MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 11 tahun 2009 tentang hukum alkohol, yang isinya menjelaskan bahwa sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.
Oleh karena itu, minuman beralkohol juga haram untuk dikonsumsi bagi umat islam.
Baca Juga: Cara Cek Bansos 2021, Cair Bulan Maret dan April Pakai NIK KTP atau KIS di dtks.kemensos.go.id
“Apapun yang memabukkan itu kita sebut adalah khamr, dan khamr ini disebutkan oleh hadist, jauhilah khamr yang memabukkan itu, karena dia adalah kunci dari segala keburukan,” paparnya.
Cholil Nafis menegaskan bahwa tak hanya minuman kerasnya yang haram, tetapi baik yang mengkonsumsi, yang menjual, yang melegalkan, yang membawa, dan yang berinvestasi di industri miras ini pun haram.
Katanya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Umar.
“Jadi Allah sudah melaknat, kalau laknat berarti kan haram, sangat keras haramnya, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya,” tutur Cholil.
Oleh karena itu, lanjutnya, ini yang mendasari para ulama memutuskan untuk bersuara terkait dengan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang diteken oleh Presiden RI Joko Widodo pada 2 Februari 2021 lalu.
MUI, kata Cholil, berkewajiban untuk menyampaikan fatwa tentang miras ini kepada masyarakat lantaran hal tersebut merupakan tanggung jawab lembaga tersebut.
Sementara itu, terkait dengan pemilihan daerah legalisasi produksi miras yang mayoritas ditinggali oleh non muslim, Ketum MUI itu menerangkan bahwa meskipun fatwa MUI ini tidak diperuntukkan bagi non muslim, miras tetap dapat merusak akal.
“Kalau kita mayoritas muslim, kita harus menyayangi kepada non muslim atas ukhuwah insaniyah, atas persaudaraan sebagai kemanusiaan. Lebih dekat lagi, ukhuwah watoniyah, saudara negara ini, mereka juga kader bangsa di masa yang akan datang. Kita harapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa. Kalau bagi kami yang berdakwah siapa tahu mereka-mereka ini masuk islam dalam keadaan cerdas,” tutur Cholil Nafis.
Menurutnya, meskipun masyarakat di daerah tersebut adalah non muslim bukan berarti rakyat muslim membiarkan mereka diracuni oleh minuman keras.***