Ketua BKPM Ungkap Awal Mula Usul Dibukanya Investasi Miras di Empat Provinsi

- 3 Maret 2021, 12:05 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menjelaskan soal asal muasal masuknya izin investasi minuman keras (miras)/Insgram/@bkpm_id
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila menjelaskan soal asal muasal masuknya izin investasi minuman keras (miras)/Insgram/@bkpm_id /

PR DEPOK – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan awal mula usul untuk membuka investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkoho, sebelum akhirnya lampiran peraturan yang tercantum dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu dicabut.

Bahlil menjelaskan, salah satu pertimbangan investasi miras dibuka di empat provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, ialah demi kearifan lokal wilayah tersebut.

"Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (izin investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal. Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata Bahlil, seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA.

Baca Juga: Pemerintah Rilis Vaksinasi Gotong Royong, Mardani Ali: Vaksinasi Pemerintah Saja Masih Banyak Kendala

Bahlil memberikan contoh seperti Sopi, minuman beralkohol khas NTT. Menurutnya, minuman tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Akan tetapi, nilai ekonomi yang tinggi tersebut tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk kategori terlarang.

"Tetapi itu (Sopi) kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan (dibuka izin investasinya)," tutur Bahlil.

Baca Juga: BKPM Sebut Izin Investasi Miras Sudah Ada Sejak 1931, Said Didu: Berhenti Bodohi Rakyat dengan Narasi Pabaliut

Contoh lainnya seperti arak lokal Bali yang memiliki kualitas ekspor. Menurut Bahlil, minuman tersebut juga memiliki nilai ekonomis jika dibangun dalam bentuk industri.

"Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang, maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat,"tuturnya.

Namun, di sisi lain, Bahlil juga tidak menutup mata pada polemik yang terjadi atas usulan tersebut, meski investasi kearifan lokal tersebut bisa menjadi penggerak ekonomi setempat.

Baca Juga: Mengenal Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Informasi dan Mekanisme Pendaftaran

Bahlil juga mengakui jika di Papua sendiri yang menjadi lokasi untuk investasi miras, usulan tersebut pun ditolak oleh masyarakat setempat.

Pasalnya, investasi miras bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Miras nomor 15 Tahun 2013, tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Dengan berbekal sejumlah aspirasi tersebut, akhirnya Bahlil menyampaikannya kepada Presiden Jokowi hingga kemudian diputuskan bahwa poin soal investasi miras dalam Perpres 10/2021 dicabut.

Baca Juga: Heran Jokowi Tak Ada Pembelaan Debat Soal Miras, Rocky Gerung: Berarti Gak Paham Sama Apa yang Dibuat

"Aspirasi-aspirasi itu kami sampaikan juga kepada Bapak Presiden lewat Pak Mensesneg sehingga kemudian pikiran ini, aspirasi ini, sangat dihargai dan didengar dan dihormati. Dan kemudian Bapak Presiden memutuskan untuk itu (pembukaan investasi miras) tidak dilakukan," ujar Bahlil.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah