Bandingkan Pasal Penghinaan Presiden dan Wapres dengan Negara Lain, Yasonna Laoly: Bedanya Jadi Delik Aduan

- 9 Juni 2021, 17:21 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly.
Menkumham Yasonna H Laoly. /

PR DEPOK - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly membandingkan pasal penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden RI yang diatur dalam RKUHP dengan aturan terkait di sejumlah negara.

Menurut Yasonna Laoly, Indonesia akan menjadi sangat liberal jika penghinaan Presiden atau Wakil Presiden RI tidak diatur dalam RKUHP.

Padahal, dengan adanya pasal penghinaan presiden atau wakil presiden ada batas-batas yang harus dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.

Baca Juga: Penularan Covid-19 Masih Cukup Tinggi, Pemprov DKI Jakarta Diperbolehkan Gelar Vaksinasi Tahap 3

Terkait aturan penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden Thailand misalnya, Yasonna Laoly menjelaskan bahwa hukuman di negara tersebut lebih berat.

Bahkan di Jepang, aturan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden adalah hal yang lumrah.

"Misalnya, di Thailand lebih parah aturannya, jangan coba-coba menghina raja, urusannya berat. Bahkan, di Jepang dan beberapa negara hal yang lumrah," ujar Yasonna H. Laoly dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI di Jakarta sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Sara Fajira Akan Beradu Akting dengan Donny Damara hingga Isi Soundtrack Film 'Hitam'

Yasonna H. Laoly menilai bahwa pasal penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden RI yang diatur dalam RKUHP merupakan delik aduan dan aturan ini sangat dibutuhkan di Indonesia.

"Saat ini aturan tersebut bedanya menjadi delik aduan. Kalau dibiarkan, ketika saya dihina orang, saya punya hak secara hukum untuk melindungi harkat dan martabat," kata Yasonna Laoly.

Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tersebut, menurut Menkumham, berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus penghinaan presiden.

Yasonna H. Laoly mencontohkan dirinya tidak masalah bila disebut tidak becus dalam menangani lapas dan imigrasi karena itu adalah kritik terhadap kinerja.

Baca Juga: Bank Sampah di Depok Masih Fluktuatif, DLHK Dorong Terbentuknya UPS di Tiap Kelurahan

Akan tetapi, jangan sekali-kali menyerang harkat dan martabatnya, misalnya mengatakan dirinya sebagai anak haram jadah.

"Kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya misalnya dikatakan anak haram jadah, wah, di kampung saya tidak bisa. Dikatakan anak PKI, tunjukkan kalau saya anak PKI," katanya.

Tidak hanya itu, ia menegaskan bahwa keadaban harus tetap diutamakan masyarakat.

Baca Juga: Berhasil Lulus dari Stanford University, Maudy Ayunda Bagikan Kebahagiaan dan Pengalamannya

Dengan demikian, mengkritik kebijakan presiden dan wakil presiden adalah hal yang wajar. Tetapi ketika tidak puas, ada mekanisme konstitusi.

Untuk diketahui, dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden diatur dalam BAB II Pasal 217219.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x