Pajak Orang Kaya Diminimalkan, Rakyat Biasa Ditambah, Arsul Sani: Sila Kelima Patut Dipertanyakan

- 10 Juni 2021, 20:23 WIB
Anggota Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani.
Anggota Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani. /Instagram @arsul_sani_af

PR DEPOK – Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani mempertanyakan rencana pemerintah soal penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan pokok atau sembako.

Arsul Sani mengatakan pengenaan pajak pada sembako dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan berpotensi melanggar sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

"Konstitusionalitas kebijakan tersebut terbuka untuk dipersoalkan jika nantinya benar-benar masuk dalam UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan)," katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara pada Kamis, 10 Juni 2021.

Baca Juga: Profil dan Fakta Kontestan Euro 2020 Grup B Tim Nasional Belgia

Arsul Sani menilai kebijakan tersebut terbuka untuk digugat dengan argumentasi bertentangan dengan Pasal 33 Ayat 4 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya terkait dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan dan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional.

Dia pun menyinggung terkait kebijakan pemerintah beberapa waktu lalu yang meminimalkan pengenaan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPN-BM) terhadap mobil dengan kategori tertentu.

"Padahal yang diuntungkan terhadap kebijakan ini hanya sebagian rakyat Indonesia saja, khususnya mereka yang berstatus kelas menengah ke atas yang memiliki kemampuan dan daya beli atas mobil yang mendapatkan keringanan PPN-BM. Ini artinya Pemerintah rela kehilangan salah satu sumber pendapatan fiskalnya," ujarnya.

Baca Juga: Komentari Foto Lama Uya Kuya, Denise Chariesta: Siapa Nih? Tebak Guys

Namun menurutnya, jika kemudian untuk menutup kehilangan sumber fiskal tersebut pemerintah menggantinya dengan menambah beban pajak pada barang kebutuhan pokok seluruh rakyat, maka sisi keadilan sosial-nya bagi seluruh rakyat Indonesia patut dipertanyakan.

Apalagi, pengenaan pajak pada sembako ini tentu akan sangat berdampak pada rakyat kelas menengah ke bawah atau kurang mampu.

Selain sisi keadilan sosial, lanjutnya, maka dari sisi konstitusi, kebijakan memberikan keringanan pajak pada sektor tertentu yang bukan kebutuhan seluruh rakyat dan mengganti kehilangan sumber fiskalnya dengan mengenakan PPN pada sektor yang justru merupakan kebutuhan hidup seluruh rakyat, maka kebijakan itu bisa dipandang bertentangan dengan norma konstitusi.

Baca Juga: Habib Rizieq Seret Nama Diaz Hendropriyono dalam Kasus 6 Laskar FPI: Dia Belum Puas, Masih Terus Kejar Saya

"Norma konstitusi tentang prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan serta keharusan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional," katanya.

Oleh sebab itu, Arsul Sani mengingatkan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan agar benar-benar melakukan kajian dari sisi dasar dan ideologi bernegara serta konstitusi negara.

Dia juga mengingatkan semua pihak wajib mencerminkan Pancasila dalam sikap pemerintahan yang nyata dengan tidak membuat kebijakan atau perundangan yang menabrak Pancasila dan konstitusi.

Baca Juga: Sinopsis Film Underworld: Cinta Terlarang Antara Klan Lycan dengan Vampir

Sebelumnya, ramai diberitakan rencana pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok atau sembako.

Hal tersebut tertuang dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Diketahui, sembako adalah obyek yang tidak dikenakan pajak, sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan 116/PMK.010/2017, yang berbunyi bahwa barang kebutuhan pokok itu adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x