Dengan tersingkirnya para tenaga kerja asal Indonesia ini, katanya, maka perusahaan akan memiliki alasan untuk mendatangkan tenaga kerja asing atau TKA.
Tak hanya itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kutim itu pun menganggap bahwa kewajiban untuk bisa berbahasa Mandarin adalah model baru dari penjajahan terhadap bangsa Indonesia.
Sementara itu, peraturan yang mewajibkan tenaga kerja asing atau TKA untuk bisa Bahasa Indonesia juga telah dicabut.
Sebelumnya, Paal 26 Ayat 1 Huruf d Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rebuplik Indonesia No. 12 Tahun 2013 mewajibkan TKA untuk berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Akan tetapi, kebijakan tersebut telah dihilangkan sejak dikeluarkannya Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, sehingga para TKA tak lagi wajib untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.***