PR DEPOK - Pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 disebut-sebut memiliki kemungkinan berpotensi melebar. Presiden Jokowi juga memiliki kekhawatiran akan hal itu.
Potensi itu mendorong perubahan periodesasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Presiden Jokowi telah lama menyatakan tidak setuju dengan perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Ia pun tak menampik bila ada kemungkinan melebarnya pembahasan amandemen UU NRI 1945, tetapi presiden kembali menegaskan agar pembahasannya jangan sampai melebar.
Kabar kemungkinan melebarnya pembahasan amandemen UU NRI 1945 ini ditanggapi oleh Politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik.
Menurut Rachland, Presiden Jokowi tidak tegas sikap politiknya. Pada 2019, Jokowi menolak amandemen UUD karena ada kemungkinan perpanjangan jabatan presiden, dan penambahan masa berkuasa hingga 3 kali.
Lebih lanjut, Rachland mengatakan bahwa PDIP pasti menolak perpanjangan, tetapi bisa mendukung penambahan.
"Kali ini, Jokowi tak tegaskan sikap politiknya. Padahal, pada 2019, ia tolak amandemen UUD karena bisa disisipi agenda perpanjangan jabatan Presiden dan penambahan masa berkuasa hingga 3 kali. PDIP pasti tolak perpanjangan tapi bisa mendukung penambahan," ujar Rachland Nashidik, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @rachlannashidik.
Diketahui, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau disapa Bamsoet, telah menegaskan bahwa amandemen terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 tidak akan menjadi bola liar.
Bamsoet menyampaikannya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, pada Sabtu, 14 Agustus 2021.
“Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945, sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," ujar Bamsoet.
Ia memaparkan bahwa Pasal 37 UUD NRI 1945 telah mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi. Menurutnya, perubahan tidak dapat dilakukan secara serta merta.***