Tanggapi Wacana Amandemen UUD 1945, Fraksi Golkar MPR : Ada Kesan Hanya demi Kepentingan Elite Tertentu

- 12 April 2021, 19:23 WIB
Idris Laena
Idris Laena /Antara

PR DEPOK - Pimpinan Fraksi Partai Golkar (F-PG) MPR menyatakan jika amandemen UUD 1945 dilakukan MPR, maka akan sulit dikontrol karena setiap fraksi memiliki pendapat berlainan satu sama lain.
 
"Ada kesan bahwa wacana amendemen UUD 1945 hanya demi kepentingan elite politik tertentu," kata Ketua F-PG MPR Idris Laena dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
 
Usulan amandemen UUD 1945 diibaratkan membuka kotak Pandora yang bisa saja dimanfaatkan pihak-pihak tertentu demi menjalankan ambisi politiknya.

Baca Juga: Fadli Zon Sayangkan PT Pelni Ramai Bukan karena Prestasi: BUMN Dihuni Pejabat yang ‘Dangkal’ Soal Radikalisme
 
"Jika satu lembaga saja yang diakomodir untuk ditambahkan kewenangannya maka berimplikasi pada lembaga lain. Pada akhirnya institusi lain juga akan meminta hal yang sama," ujarnya.
 
Dengan demikian, usulan amandemen UUD 1945 harus ditanggapi dengan hati-hati.

"Tidak ada salahnya kita mendengarkan pendapat seluruh tokoh masyarakat terutama ahli hukum tata negara termasuk pendapat Prof Saldi Isra," tuturnya.

Baca Juga: Alumni Prakerja Dapat Bantuan Lagi hingga Rp10 Juta, Simak Penjelasannya Berikut
 
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra berkomentar amandemen UUD 1945 tidak mungkin dilakukannnya.
 
"Karena pengubah UUD 1945 sudah bersepakat untuk mempertahankan sistem pemerintahan presidensial," ucapnya.
 
Terlebih, amandemen UUD 1945 dinilai tidak pas karena masyarakat masih fokus menangani dampak pandemi Covid-19 seperti pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Cara Daftar BPUM BLT UMKM Rp1,2 Juta 2021 Beserta Syarat Dokumen Lengkap
 
Dengan demikian, amandemen UUD 1945, ujar Idris, tidak bisa dilakukannya karena mengubah salah satu pasal sama saja memicu pengubahan pasal lainnya dalam UUD 1945.
 
"Sebab mengubah satu pasal otomatis akan bersinggungan dengan pasal yang lain sehingga pasal lain juga harus di amendemen," tuturnya.
 
Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI Taufik Basari mengemukakan pandangan yang sama. 

Baca Juga: Beda Penegakkan Prokes ke PM Norwegia dan Jokowi, Arief: Gue Malu, Pejabat Kita Malah Tak Segan Picu Kerumunan
 
Contohnya, penambahan masa jabatan presiden dan penetapan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai pengganti GBHN.
 
"Kami melihat terkait wacana (penambahan) masa jabatan presiden, belum ada kebutuhan yang mendasar atau mendesak. Dua kali masa jabatan itu sudah cukup demokratis, dan baik bagi kondisi bangsa kita," ucapnya.
 
Begitu pula pembentukan PPHN sebagai pengganti GBHN tidak perlu melalui amendemen UUD 1945.

Baca Juga: Soal Jalan Layang Tol Japek Pakai Nama MBZ, Roy Suryo: Ya Sudah, Apalagi Dikaitkan dengan Jalan Jokowi di UEA
 
"Jika butuh GBHN dalam bentuk PPHN, ini dapat diakomodasi dalam bentuk undang-undang saja, tanpa perlu ada amendemen kelima (UUD 1945)," tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x