PR DEPOK - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, turut mengomentari soal biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimatan Timur.
Refly Harun menyoroti soal kabar yang menyebutkan bahwa pembangunan ibu kota baru memerlukan biaya Rp466 triliun.
Menurut Refly Harun, angka Rp 466 triliun ini bukan tidak mungkin akan membengkak dalam proses pembangunannya nanti.
Baca Juga: Faisal Basri Sebut Hanya di Era Jokowi Indonesia Jadi Budak China, Rizal Ramli: Galak Amat
Pasalnya, ia mengatakan bahwa biasanya anggaran suatu proyek akan melebihi jumlah yang dianggarkan.
"Malah membengkak, seperti proyek kereta api cepat, membengkaknya cepat. Ini ibu kota kita tidak tahu apakah ada pembengkakan anggaran atau tidak. Yang jelas beban fiskal kita sudah demikian luar biasa, beban APBN kita sudah luar biasa, terutama di masa pandemi Covid-19 ini," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.
Ia pun mengomentari soal adanya isu bahwa pemerintah tengah berancang-ancang untuk mengeluarkan kebijakan pungutan pajak khusus untuk pembangunan ibu kota negara baru.
Menurutnya, anggaran utama proyek ibu kota baru ini pastinya berasal dari APBN dan swasta.
Sementara itu, terkait pemungutan pajak, Refly Harun mempertanyakan efektivitas dari pungutan tersebut.