Fatwa Baru MUI, Haramkan Pinjol karena Mengandung Riba, hingga Uang Kripto

- 12 November 2021, 09:15 WIB
Ilustrasi - MUI telah mengeluarkan lima fatwa baru, di mana dua di antaranya menyebutkan bahwa aktivitas pinjol dan mata uang kripto merupakan hal yang diharamkan. /Pixabay/stevepb.
Ilustrasi - MUI telah mengeluarkan lima fatwa baru, di mana dua di antaranya menyebutkan bahwa aktivitas pinjol dan mata uang kripto merupakan hal yang diharamkan. /Pixabay/stevepb. /

PR DEPOK - Tren aktivitas pinjaman online (pinjol) hingga penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital, memang tengah marak terjadi di kalangan masyarakat saat ini.

Akan tetapi, dalam fatwa baru yang dikeluarkan MUI, aktivitas pinjol dan mata uang kripto merupakan dua dari sekian hal yang diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam fatwa baru yang dikeluarkan MUI pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Soleh mengatakan dalam pembahasan fiqih, terdapat lima hal yang diharamkan oleh MUI.

Baca Juga: Ungkit Pernah Ikut Reuni Akbar 212, Mustofa Nahrawardaya: Reuni Tahun Ini Akan Ada Perlawanan dari Tim Baliho

MUI mengharamkan aktivitas pinjol, penggunaan mata uang kripto, pernikahan secara daring, transplantasi rahim, serta zakat.

Khusus untuk zakat, zakat yang dimaksud yakni hukum zakat perusahaan, dan zakat saham.

MUI mengatakan langkah-langkah tersebut mereka ambil sebagai wujud komitmen untuk kemaslahatan bangsa.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Formula E Semakin Kuat, Guntur Romli: Anies Baswedan Nggak Bisa Ngeles

MUI mengatakan bahwa alasannya melarang aktivitas pinjol karena mengandung unsur riba, dan juga dapat mengancam, dan membuka aib seseorang.

"Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba, hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," kata Asrorun Niam Soleh dalam konferensi pers Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI pada Kamis, 11 November 2021, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Lebih lanjut, dirinya menuturkan bahwa pada dasarnya aktivitas pinjam meminjam atau utang piutang merupakan kebajikan yang berlandaskan saling tolong menolong yang dianjurkan, selama aktivitas tersebut tidak sampai bertentangan dengan prinsip syariah.

Baca Juga: Komedian Rony Dozer Tutup Usia, Tora Sudiro dan Rency Milano Bagikan Momen Ini

Akan tetapi, dalam praktiknya, pinjol melakukan penagihan utang piutang yang dapat menimbulkan ancaman, baik ancaman fisik maupun ancaman membuka aib bagi seseorang yang tidak mampu membayar, yang mana hal tersebut sangat diharamkan.

Sementara untuk kasus kripto, Niam mengatakan bahwa mata uang kripto dinilai tidak memenuhi syaratnya secara syariah, karena uang kripto tidak diketahui wujud fisiknya, nilainya, dan jumlahnya secara pasti.

"Dan tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," ujar dia.

Baca Juga: Lokasi Samsat Keliling untuk Depok dan Wilayah Jabotabek, Jumat 12 November 2021

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia pun tidak mengakui mata uang kripto sebagai alternatif alat pembayaran selain mata uang rupiah.

Namun, aktivitas perdagangan uang kripto sudah memiliki regulasi yang diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.***

Editor: Imas Solihah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah