PR DEPOK - Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi aturan upah minimum provinsi atau UMP DKI 2022 menuai kontra dari para pengusaha.
Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menduga adanya kepentingan politik soal putusan naiknya UMP DKI.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji saat konferensi pers virtual merespons revisi UMP DKI Jakarta, pada Senin 20 Desember 2021.
"Apakah revisi ini ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik? Oh jelas. Itu jelas," ujar Adi seperti dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara.
Menurut Adi, motif politik Pilpres 2024 tersebut terlihat dari Anies yang sebelumnya juga sempat meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk mengubah formula penetapan UMP 2022 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Padahal, seharusnya Anies memahami bahwa menteri tidak ada korelasinya mengenai aturan tersebut. Pasalnya, PP 36/2021 diteken oleh Presiden Joko WIdodo (Jokowi).
"Padahal tidak ada korelasinya. Kalau mau minta perbaikan formula itu karena itu PP yang ditanda tangani Presiden, langsung saja ke Pak Presiden, kira-kira begitu," ujarnya.
Adi mengungkapkan perubahan sikap Anies tersebut membuat para pengusaha kebingungan dengan kebijakan yang berubah-ubah.
"Investor dan kami sebagai pelaku usaha itu satu kata kuncinya, kepastian hukum dari pemerintah. Kepastian itu tidak berubah-ubah, maksudnya. Lha ini Pak Anies berubah-ubah," katanya.
Padahal, kata Adi, penetapan besaran UMP DKI 2022 tak mungkin tanpa melibatkan perwakilaan serikat pekerja.
“Penetapan UMP pertama yang deadline sebelum 21 November itu sudah melalui mekanisme yang ada. Pas, sah, kami bisa terima. Tapi kok ada jilid kedua.
Jangan-jangan nanti mendekati 2024 ada jilid 10 mungkin. Itu yang kami khawatirkan, kan tidak karu-karuan. Yang kami persoalkan adalah mekanisme yang tidak benar dilakukan Pak Anies," ujar Adi.***