Jadi Indonesia tidak dapat terus bergantung pada utang yang justru nanti membebankan anak cucu.
“Karena itu, cara paling bijak adalah dengan memperbesar kapasitas fiskal, terutama mengoptimalkan penerimaan negara dari sisi pajak dan PNBP. Artinya, ya, kita harus serius dan fokus pada sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Jangan sedikit-sedikit berutang, yang lama-lama jadi bukit. Kita jadinya akan mengorbankan generasi berikutnya,” ujar Syarief.
Baca Juga: Kabar Baik untuk Bobotoh, Striker Baru Persib Bruno Cantanhede Sudah Tiba di Bandung
Tidak hanya itu, Syarief Hasan juga berpendapat, dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan potensi sumber daya yang melimpah, Indonesia seharusnya dapat memperbesar kapasitas penerimaan dalam negeri.
“Ini yang juga perlu menjadi atensi. Apakah semua sumber daya yang kita miliki telah sepadan dengan kemampuan kita untuk membiayai diri sendiri. Karena sejatinya defisit yang melebar menunjukkan kurang optimalnya kita mendayagunakan kemampuan sendiri. Indonesia adalah negara yang kaya, maka sudah sepantasnya mampu dan tangguh untuk berdaulat. Termasuk berdaulat dari sisi pendanaan pembangunan,” katanya.
Ia juga kembali mengingatkan agar kita tidak terlena dengan capaian saat ini, sebab defisit anggaran kita masih sangat lebar.
Baca Juga: Berjanji di Hadapan JPU Tak Lagi Konsumsi Narkoba, Nia Ramadhani: Saya Berharap Diberi Keringanan
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, defisit APBN per November 2021 mencapai Rp 611 triliun, atau setara 3,63 persen PDB.
Dengan begitu, tidak aneh jika rasio utang negara Indonesia mencapai 39,84 persen PDB atau telah menembus angka Rp 6713,24 triliun.***