"Jadi persoalan sebenarnya bergeser dari nuthuk ke mark up. Saat itu, kita menelusuri yang mengunggah ini siapa. Termasuk bagian yang ikut mark up atau korban," ucap dia.
"Di lihat dari unggahan perama di ICJ, tidak jelas kronologi fakta dan posisinya. Unggahan perama cerita kena thutuk 350 ribu tapi di lapangan setelah di cek, soal mark up," ujarnya lagi.
Menurut Heroe, bis itu kemungkinan besar tidak ikuti aturan perjalanan PPKM di Yogyakarta yakni harus masuk Terminal Giwangan untuk diperiksa perlengkapan kesehatan Covid-19, dan mendapat nomor parkir di tempat parkir resmi.
Kedua, isunya tidak lagi nuthuk, tetapi mark up. Ketiga, jika pengunggah adalah bagian dari yang mark up, maka akan dilaporkan juga.
Hal itu dilakukan karena telah membuat berita palsu yang tidak benar, yang menjadikan Yogyakarta menjadi korban dan jadi bulan-bulanan.
"Jadi membicarakan gugatan pengunggah itu, ketika posisinya belum diketahui sebagai bagian dari yang melakukan mark up atau korban. Dan di sinilah yang menjadi viral kemana-mana," pungkasnya.***