PR DEPOK – Ketua DPR RI, Puan Maharani turut mengkritik aturan mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa cair di usia 56 tahun.
Seperti diketahui, aturan bahwa JHT baru bisa cair di usia 56 tahun itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu pun meminta agar Permenaker tentang JHT tersebut ditinjau ulang.
Baca Juga: Benny Harman Ungkap Buzzer sebagai Profesi: Ini Lahan Kerja Baru, Ada Gaji Tiap Bulannya
Puan Maharani juga mengingatkan agar pemerintah melibatkan semua pihak dalam membahas aturan pencairan JHT, termasuk perwakilan buruh dan anggota parlemen.
Menanggapi hal itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan lahirnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tak dilakukannya secara asal.
Menurutnya, peraturan diterbitkan dengan mengacu pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang diterbitkan 2004 lalu.
Baca Juga: Menang Dramatis di Kandang, Mauricio Pochettino: Kami Menghormati Madrid
Untuk diketahui, UU SJSN disusun dan disahkan saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden RI.
Dalam naskah UU SJSN tersebut, tertera tanda tangan Megawati pada 19 Oktober 2004.
Hal itu pun lantas ditanggapi politisi Partai Demokrat, Cipta Panca melalui sebuah cuitan di akun Twitter miliknya, @panca66.
Menurutnya, respons yang diberikan Menaker Ida Fauziyah tersebut merupakan suatu hal yang lucu.
Baca Juga: Kabar Duka, Dorce Gamalama Meninggal Dunia, Ternyata Ini Penyebabnya
“Kocak banget nih,” tulis Cipta Panca dalam cuitannya pada Rabu, 16 Februari 2022.
Meski demikian, ia merasa heran dengan sikap kelompok buruh yang dinilai tetap mencintai partai berlambang banteng itu.
“Tapi buruh tetap cinta PDIP. Kapokmu kapan? Hahaha,” ujar dia seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Sebelumnya, Puan Maharani menyebut kebijakan yang tertuang dalam Permenaker tersebut memang sesuai peruntukannya.
Akan tetapi di sisi lain, ia menilai aturan itu tidak sensitif pada kondisi masyarakat belakangan ini.
Selain itu, menurut dia lagi, pemerintah kurang menyosialisasikan kebijakan tersebut kepada publik.***