PR DEPOK – Bagi masyarakat Jawa, Satu Suro tidak hanya diperingati oleh umat Islam saja, namun juga penganut agama Budha.
Satu Suro, memang sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Jawa, termasuk umat Islam di daerah tersebut.
Selain umat Islam, tradisi Satu Suro juga diperingati penganut agama Budha yang tinggal di Desa Prigi, Jawa Tengah.
Baca Juga: Jelang Bersua Madura United, Persib Terancam Kehilangan Pemain Ini, Begini Kata Robert Alberts
Tradisi 1 Suro pun sudah berlangsung turun temurun di Desa Prigi, yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam dan Budha.
Sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Depok.com, kata ‘Suro', dalam agama Budha, merupakan salah satu nama bulan dalam Tahun Saka dan 1 Suro, merupakan peringatan tahun baru dalam agama Buddha.
Sama seperti umat di Jawa, bagi umat Budha di Desa Peigi, bulan Suro dianggap sebagai bulan sakral.
Baca Juga: 10 Rekomendasi Film yang akan Tayang Agustus 2022 di Bioskop
Mereka juga memiliki pantangan yang harus dihindari, terlebih yang menyangkut kehidupan dalam bulan tersebut.
Bulan Suro bagi penganut Budha juga bertepatan dengan 1 Muharram yang merupakan tahun baru Islam, dan tahun ini jatuh pada Sabtu, 30 Juli 2022.
Hanya saja, ada perbedaan dalam peringatannya. Bagi masyarakat Budha, 1 Suro didasarkan pada perhitungan tahun pertama yang diawali Rabu Wage atau lebih dikenal dengan sebutan Aboge.
Menjelang Bulan Suro, umat Buddha di Desa Prigi melakukan tradisi antar masakan ketan yang disebut dengan punggahan.
Baca Juga: Gagal Lolos Seleksi Kartu Prakerja Berkali-kali? Simak Alasan, Penyebab, dan Solusinya Disini
Mereka menyiapkan itu semua untuk diberikan kepada umat Islam.
Kenapa? Umat Budha ingin membalas kebajikan umat Islam saat menjelang bulan puasa yang juga mengantarkan ketan kepada umat Buddha.
Puncak tradisi 1 Suro di Desa Prigi dilakukan pada saat bulan purnama.
Saat itulah, umat Budha Desa Prigi, bersembahyang di Vihara dengan membawa ketan, pasung, apem, pisang, dan tumpeng.
Setelah melakukan punggahan, umat Buddha di Desa Prigi menjalani puasa sampai malam pangkareman. Pangkareman adalah hari tenggang sebelum memasuki 1 Suro.
Pada masa pangkareman ini umat Buddha tidak melakukan aktivitas atau pekerjaan rutin.
Mereka akan mengganti aktivitas rutinnya dengan pengendalian diri dan ibadah.
Pada hari 1 Suro, umat Buddha mengawalinya dengan ziarah ke makam leluhur.
Mereka menaburkan bunga dan baca paritta di pesarean leluhur.
Tujuannya agar para leluhur yang sudah meninggal bisa terlahir kembali dengan bahagia.
Setelah umat Budha menyelesaikan ibadahnya, mereka pun akan berkeliling desa bersama-sama umat Islam, sebagai wujud rasa syukur.***