Baca Juga: Kasus Wanita Bawa Pistol Terobos Istana Negara Diambil Alih Densus 88, 2 Tersangka Lain Ditetapkan
“Bahwa uraian dalam surat dakwaan dirangkai dengan asumsi untuk menunjukkan seolah terdakwa Arif Rachman Arifin bertindak dengan memiliki pengetahuan bahwa ‘peristiwa pelecehan merupakan hal yang mengada-ada’,” katanya.
Junaedi menilai asumsi tersebut sangat menyesatkan dan tidak berdasarkan fakta hukum.
Dengan demikian, pihak terdakwa meminta majelis hakim untuk membatalkan surat dakwaan tersebut.
“Uraian berdasarkan asumsi yang menyesatkan dan tidak berdasarkan fakta hukum seharusnya menjadi dasar untuk menyatakan Surat Dakwaan aquo, batal demi hukum,” ujarnya.
Junaedi juga menyebutkan bahwa dakwaan JPU prematur karena terdakwa Arif Rachman adalah pejabat pemerintah pelaksana yang dalam perkara tersebut tindakannya masih dalam ruang lingkup administrasi.
Oleh karena itu, ia meminta kliennya untuk terlebih diuji melalui pemeriksaan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Karena segenap tindakan Terdakwa Arif Rachman Arifin yang dilakukan dalam proses olah TKP dan/atau penyidikan dugaan pembunuhan atau pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat merupakan tindakan administrasi pejabat pemerintah pelaksana yang dilaksanakan berdasarkan pada tupoksi, peraturan administrasi, dan perintah atasan yang sah,” ujarnya.
“Apabila terhadap tindakan tersebut diduga mengandung unsur penyalahgunaan wewenang (perbuatan yang bersifat melawan hukum) maka tindakan tersebut harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara,” katanya menambahkan.