Penutupan STAN Dituding karena Isu Radikalisme, Sudirman Said: Keliru, Bisa Jadi Skandal Bernegara

- 11 Juli 2020, 11:29 WIB
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said.*
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said.* /Foto Istimewa

PR DEPOK - Pemerintah memutuskan untuk tidak membuka penerimaan peserta didik baru untuk sejumlah sekolah kedinasan, termasuk Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan bahwa pada tahun ajaran 2020/2021 STAN tidak akan membuka pendaftaran. Selain itu, Kemenkeu juga tidak akan membuka lowongan CPNS selama 5 tahun ke depan.

Salah satu isu yang berkembang, penutupan STAN tahun ini dikaitkan-kaitkan dengan isu radikalisme.

Baca Juga: Tahun Ajaran 2020/2021 Dimulai 13 Juli, Ruangguru Luncurkan Produk Ruangkelas Gratis untuk Para Guru

Mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2014-2019, Sudirman Said pun menyayangkan keputusan penutupan sementara STAN ditambah berkembangnya disebabkan isu radikalisme.

“Jika benar penutupan STAN karena isu radikalisme, ini akan jadi skandal bernegara. Sejarah akan mencatat kekeliruan pandangan dan kekeliruan langkah ini. Semoga Bu Menteri dan seluruh penentu kebijakan dalam urusan STAN ini sempat memikirkan dalam-dalam,” kata Sudirman Said di Brebes, Jawa Tengah yang dikutip dari RRI oleh Pikiranrakyat-depok.com.

Lebih lanjut, Sudirman Said yang sempat menjadi Ketua Alumni STAN 2014-2016 ini menyatakan bahwa orang yang menuduh radikal harus belajar membedakan antara gairah beragama, usaha menjaga kelurusan hidup, dan pandangan radikal dalam politik.

Menurut dia, yang memberi stempel radikal lebih banyak mereka yang punya cara pandang politik. Berbahaya kalau cap radikal disematkan oleh orang yang tidak menjalankan agama dengan baik, apalagi oleh orang yang berbeda agama.

Baca Juga: Bintang 'Glee' Naya Rivera Tewas Tenggelam di Danau Piru California Saat Berlibur Bersama Putranya 

“Menjadi orang yang saleh, menjalankan agama dengan segala simbolnya, sesungguhnya sama dengan mengamalkan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau rajin mengaji, rajin sembahyang, menampilkan simbol beragama disebut radikal, itu sama artinya dengan mengatakan yang mengamalkan Pancasila adalah radikal,” ucap Sudirman dengan tegas.

Sudirman Said diketahui juga menjadi dosen mata kuliah Kepemimpinan di STAN menambahkan, mahasiswa STAN banyak yang berafiliasi dengan masjid kampus, dan meneruskan kebiasaan di kantor ketika sudah bekerja.

Banyak di antaranya yang melakukan itu untuk menjaga integritas agar tidak larut dengan praktik korupsi dan suap menyuap.

Menjaga integritas dalam alam seperti sekarang, ungkapnya, memang memerlukan keteguhan sikap. Saat ini banyak sekali pihak yang dicap radikal hanya karena bicara kebenaran dan idealismenya.

Baca Juga: Kerja Keras Tangani Klaster Secapa AD, Wali Kota Bandung Waspada Usai Patwalnya Juga Terinfeksi 

“KPK saja distempel radikal. Pertanyaanya, apakah negara mau melegitimasi tuduhan seperti itu. Padahal keteguhan menjaga prinsip itu dianjurkan oleh ajaran Pancasila,” ucap Sudirman Said.

Sudirman berharap, moratorium tersebut belum menjadi keputusan final. Karena lulusan STAN terbukti diperlukan banyak Lembaga baik pemerintahan maupun swasta, tidak hanya di Kemenkeu.

Selain itu STAN adalah simbol harapan bagi anak anak orang biasa yang ingin memperoleh pendidikan bermutu dan masa depan yang lebih baik. Banyak sekali anak-anak dari kalangan orang biasa bahkan keluarga yang amat miskin naik kelas secara bermartabat karena pendidikan di STAN.

“Dengan seleksi yang amat kompetitif dan proses pendidikan yang ketat, kampus ini menjadi penyeleksi talenta terbaik. Mereka menyebar di organisasi pemerintah yang mengurus keuangan negara. Dampaknya amat besar,” kata Ketua Dewan Penasihat Alumni STAN periode 2016-2019 ini.

Baca Juga: Konsumen Akan Dikenakan Sanksi Denda ketika Gunakan Kantong Plastik, DLH DKI Jakarta: Hoaks 

Dalam pandangan Sudirman, sangat disayangkan juga kalau karena alasan efisiensi anggaran harus menutup STAN. Pasalnya, investasi di pendidikan tidak akan pernah rugi.

“Kita semua simpati dan prihatin dengan tekanan ekonomi akibat wabah Covid 19. Tetapi menurut saya memotong anggaran pendidikan tidak boleh menjadi pilihan,” ujarnya.

Ia mencontohkan, Kaisar Jepang, setelah kalah pada Perang Dunia ke-2, ketika mau mulai membangun yang ditanya adalah “Berapa guru yang masih hidup?”. Kaisar pun kemudian memberikan instruksi untuk membangun pendidikan besar-besaran.

Sudirman menawarkan solusi relokasi lulusan STAN sebagai jalan keluar efesiensi yang diinginkan Kemenkeu.

Banyak instansi mulai dari BUMN, Kementerian/Lembaga, BUMD, dan Pemerintah Daerah yang meminta pasokan SDM lulusan STAN. Karenanya lulusan STAN bisa direalokasi tidak hanya harus bekerja di Kemenkeu.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x