Namun, dalam periode tertentu Merpati Airlines lepas dari Garuda Indonesia sehingga harus berkompetisi dalam pasar yang sama. Memasuki tahun 1997 saat jelang krisis ekonomi, Merpati Airlines mulai terpuruk secara finansial dengan nilai kerugian RP. 40,1 miliar.
Memasuki tahun 2000-an maskapai pelat merah ini mulai menata ulang manajemen usahanya, khususnya armada perintisnya dimodernisasi dan direvitalisasi. Upaya penataan tersebut juga ditopang oleh pemerintah RI dengan menyuntikan dana sebesar Rp16 miliar.
Namun, pada 2011 Merpati terlilit utang. Nominal utang tersebut diperkirakan membengkak dari nominal suntikan dana pemerintah.
Keruntuhan Merpati Airlines semakin menjadi konkret saat terjadi korupsi di dalam tubuh maskapai aviasi perintis ini. Maskapai ini mulai oleng dan sulit untuk diselamatkan kembali.
Akhirnya, seiring dengan bergulirnya waktu Merpati Airlines berhenti beroperasi pada 2014. Bahkan, pada 2015 sertifikat operasinya dicabut. Kini maskapai itu sudah menjadi artefak dalam lintasan sejarah penerbangan Indonesia.***