5 Fakta Asal Muasal Bantargebang, Jadi Salah Satu Pusat Penyebaran Islam

- 3 Desember 2023, 22:05 WIB
TPST Bantargebang, tempat penampungan sampah dari DKI Jakarta dan sekitarnya.
TPST Bantargebang, tempat penampungan sampah dari DKI Jakarta dan sekitarnya. /Pikiran Rakyat/Riesty Yusnilaningsih/

PR DEPOK - Bantargebang, nama salah satu kecamatan di Kota Bekasi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Mendengar nama Bantar Gebang pasti terbersit bau yang tidak sedap.

Ya, sebagian masyarakat Jabodetabek mengetahui bahwa di Bantargebang terdapat tempat pembuangan akhir, yaitu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

Dengan lahan seluas 108 hektar, menjadi salah satu tempat yang sangat diandalkan Jakarta. Namun tahukah kamu, sejarah dan asal usul nama Bantargebang yang kini jadi dikenal dengan kota gunung sampah?

Berikut ini 5 fakta asal muasal terbentuknya nama Bantargebang, dulunya ternyata seperti ini:

Baca Juga: 7 Rekomendasi Tempat Paling Horor di Indonesia, Apakah Anda Berani Coba?

1. Penyebaran agama Islam

Pada saat itu mayoritas penduduknya tetap menganut agama Hindu. Berdasarkan cerita-cerita lama, sejarah dan asal usul Bantargebang bermula dari kisah kesaktian Syarif Hidayat.

Sebelum pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di Indonesia, Bantargebang menjadi saksi kedatangan Syarif Hidayat, menantu Raja Fatah pendiri Demak, sekitar abad ke-16.

Tujuan kunjungan Syarif Hidayat ke Bantargebang adalah untuk menyebarkan ajaran agama Islam dan memimpin pemerintahan sebagai utusan Raja Demak.

Baca Juga: Rekomendasi 3 Tempat Jual Nasi Gandul di Pati, Hidangan Khas Jawa Tengah

Setelah menyelesaikan misinya dari Cirebon ke Tasikmalaya hingga Banten, ia sampai di Bantargebang.

2. Terdapat cerita dari Masyarakat

Syarif Hidayat ketika sampai di Bantargebang, terjadi kejadian tak terduga dimana seorang anak kecil terus menangis di hajatan usai disunat.

Peristiwa ini cukup menimbulkan kehebohan warga sekitar karena tidak ada cara untuk mencegah anak tersebut menangis.

Yang lebih membingungkan lagi, anak kecil itu terus mengajukan permintaan yang tidak dimengerti oleh siapa pun.

Baca Juga: Cara Cek Penerima Bansos PKH Bulan Desember 2023 Pakai HP dan KTP Sendiri di link cekbansos.kemensos.go.id

Di tengah kericuhan tersebut, Syarif Hidayat yang merupakan salah satu penonton datang dan mengatakan bahwa anak tersebut meminta Ban (ikat pinggang) dan meminta untuk diambil dari pohon gebang (seperti palem) yang ada di luar.

Begitu Ban diberikan, tangis anak itu langsung terhenti. Kata Ban berarti ikat pinggang atau Amben, latar menunjuk pada suatu tempat atau pekarangan dan Gebang adalah nama pohon khusus yaitu pohon Gebang.

Setelah kejadian tersebut, Syarif Hidayat kemudian menetap di Desa Bantargebang dan tinggal di sana seumur hidupnya.

Syarif Hidayat juga memiliki nama lain yaitu Mbah Kyai Wali Husein atau dikenal dengan Mbah Husein hingga akhir hayatnya.

Baca Juga: Asli Nikmat Kali! 8 Bakso Terenak dari yang Enak di Palangkaraya, Intip Alamatnya di Sini

Kepiawaian Syarif Hidayat membuat kagum masyarakat yang menyaksikannya, sehingga sejak saat itu kawasan desa tersebut dinamakan Kampung Bantargebang.

Peristiwa supranatural Syarif Hidayat berasal dari nama Bantargebang yang berasal dari kata Ban, Latar dan Gebang.

3. Ada setelah Belanda menyerang Jepang

Perkembangan Desa Bantargebang dimulai setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, Desa Bantargebang dipimpin oleh Bapak Saiten dan Desa Cikiwuli dipimpin oleh H. Patonah.

Baca Juga: 10 Link Foto Sydney yang Bagus dan Keren, Cocok untuk Wallpaper HP dan Laptop!

Pada tahun 1950, kedua desa ini digabung menjadi satu desa, dengan Pak Saiten sebagai kepala desa. Mulanya desa tersebut bernama Sukawayana hingga akhirnya berganti menjadi Layungsari.

Pada tahun 1993, Desa Layungsari dimekarkan menjadi dua desa yaitu Desa Ciwikul yang dipimpin oleh M. Desa Harun dan Bantargebang dipimpin oleh H.M. Hanya Hasanuddin Karim.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Penetapan Batas Desa di Kota Bekasi, seluruh desa di Kota Bekasi berubah status menjadi pemekaran, termasuk Desa Bantargebang yang kemudian menjadi Desa Bantargebang.

Hingga saat ini Bantargebang merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Bekasi, Indonesia, yang meliputi 4 kecamatan yaitu Desa Bantargebang, Desa Cikiwuli, Desa Ciketing Udik, dan Desa Sumur Batu.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Bakso di Madiun Rating Tinggi yang Rasanya Gurih Sedap

4. Sebagian wilayah Bantargebang menjadi TPST

Permodalan sangat bergantung pada keberadaan TPST Bantargebang. Dalam sehari saja, jika TPST ini ditutup, ibu kota bisa jadi tempat pembuangan sampah.

Banyak orang yang belum mengetahui bagaimana Bantar Gebang menjadi tempat pembuangan sampah masyarakat Jakarta.

Pada awal hingga pertengahan tahun 1980-an, jumlah sampah di Jakarta mencapai 12.000 meter kubik per hari. Agar masa depan sampah tidak menjadi ancaman.

Baca Juga: Di Sini Tempatnya! 7 Mie Ayam Paling Enak yang Ada di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Pemprov DKI memandang perlu untuk membangun fasilitas penyimpanan akhir pada saat itu. DKI awalnya memilih Ujung Menteng, Jakarta Timur sebagai tempat pembuangan akhir.

Namun nampaknya kurang strategis karena sudah penuh dengan bangunan perumahan dan industri. Nantinya, pemilu terjadi di luar Jakarta, yakni wilayah Jabodetabek. Setelah mempertimbangkan berbagai pertimbangan,

DKI memilih Kota Bekasi (saat itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Bekasi). Letaknya di dua tempat yakni kawasan Medan Satria dan Bantar Gebang.

Pada 30 Januari 1985, Badan Kerja Sama Pembangunan Jabodetabek (BKSP) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengirimkan surat kepada Gubernur Bekasi Suko Martono terkait rencana DKI mengakuisisi lahan di dua wilayah tersebut.

Baca Juga: Inilah Daftar 7 Warung Bakso Paling Enak dengan Rating Tinggi di Tegalsari Surabaya, Cek di Sini Alamatnya

Penguasa segera membalas surat ini. Setelah dilakukan penelitian, Bantar Gebang akhirnya terpilih sebagai tempat pembuangan sampah.

Sebab, saat dikeruk terdapat kolam raksasa yang luasnya mencapai ratusan hektar.

Setelah melalui berbagai pembahasan, Yogie SM, Gubernur Jawa Barat saat itu, akhirnya menyetujui izin lokasi pengadaan tanah pada 26 Januari 1986 dengan 15 syarat. Sejak saat itu, TPA Bantar Gebang resmi beroperasi hingga saat ini.

5. TPST Bantargebang

Baca Juga: 5 Sate Enak di Banjarbaru yang Bikin Nagih dengan Berbagai Bumbu

TPST Bantargebang telah mengeluarkan produk berupa pabrik pengomposan dan pengolahan sampah menjadi energi menjelang peluncuran tambang dan landfill (RDF).

Diketahui, kompos merupakan kumpulan sampah organik yang diolah menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman secara alami tanpa bahan kimia.

Sedangkan Elektrimaja merupakan energi terbarukan yang mengubah gas yang dihasilkan dari sampah menjadi listrik untuk kebutuhan sehari-hari.

Seperti dilansir dari situs resmi Unit Pengelola Sampah Terpadu Badan Media DKI Jakarta, sistem pengelolaan sampah diawali dengan proses pengumpulan yang dilakukan secara berkala oleh Jakarta. Kemudian diangkut ke TPST Bantargebang.

Baca Juga: BLT El Nino 2023 Cair Desember, Bagaimana Cara Ambil Bantuannya?

Setiap kendaraan yang tiba di TPST Bantargebang didaftarkan, divalidasi dan ditimbang dengan komputer.

Penimbangan sampah dilakukan secara digital dengan load cell dan didukung dengan aplikasi berbasis web yang dapat digunakan secara online oleh pihak yang berkepentingan.

Proses pengolahan sampah menjadi kompos dan pembangkit listrik adalah sebagai berikut:

Sampah kompos merupakan sampah organik yang berasal dari pasar tradisional. Sementara itu terdapat lahan kosong seluas 2 hektar untuk produksi kompos yang terdiri dari lahan kompos dan pertanian perkotaan.

Baca Juga: 7 Tempat Bakso Terpopuler dan Termantap di Kota Bandung, Ini Alamatnya

Jumlah sampah kompos dari seluruh sampah pasar tradisional kurang lebih 200 ton per hari dan difermentasi selama 21-30 hari.

Setelah itu sampah hasil fermentasi dipindahkan ke tempat penyaringan besar (pre-screening). Tujuannya untuk memisahkan sampah organik dan anorganik yang masih bisa tercampur.

Selanjutnya kompos melewati tahap penggilingan melalui alat penghancur menjadi bubuk kompos. Serbuk bahan kompos tersebut kemudian diolah menjadi pelet.

Kemudian butiran tersebut dikeringkan dalam jangka waktu tertentu. Setelah kering, butiran siap dikemas untuk didistribusikan.

Baca Juga: Rekomendasi 6 Kedai Bakmi di Banjarbaru yang Rasanya Paling Nikmat dan Istimewa, Berikut Alamatnya

Power House ialah Proses produksi power house diawali dengan mengambil gas dari tempat pembuangan sampah.

Melalui pipa yang terkubur di bawah tumpukan sampah, beberapa pipa disambung, dan pipa tersebut berlanjut ke pipa utama.

Setelah keluar dari pipa utama, gas menuju ke pipa penyimpanan dan pendingin. Di dalam tabung tersebut terdapat kipas dan mesin pendingin untuk memisahkan gas CH4, O2 dan Co2.

Gas CH4 digunakan untuk menggerakkan mesin gas, sedangkan panel ekspor dan impor menjual listrik yang dihasilkan dan panel pendapatan PLN untuk menggerakkan pembangkit listrik.

Baca Juga: Gaskeun! 5 Seblak dengan Bumbu yang Ngenakin Pisan di Kota Bandung

Itulah perjalanan sampah yang dihasilkan setiap hari hingga menjadi produk yang bermanfaat.

Prosesnya panjang, banyak waktu dan biaya yang harus dikorbankan agar sampah tidak bertambah.

Dengan adanya sistem pengelolaan sampah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengurangan sampah.

Diharapkan dengan rencana itu dapat berkurangnya tumpukan sampah yang sudah ada di TPST Bantargebang dapat secara bertahap.

Baca Juga: Perbandingan Samsung Galaxy S24 Ultra dan Realme GT Neo 5 SE: Dari S Pen hingga Performa

Kendati demikian itulah 5 fakta tentang Bantargebang Kota Bekasi yang ternyata dulunya tempat penyebaran umat Islam.***

Editor: Tyas Siti Gantina


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah