Selain itu, Mahfud MD juga mengatakan bahwa istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada pemilu muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia pada tahun 2008. TSM selanjutnya menjadi dasar atas vonis-vonis lain dan masuk secara resmi dalam hukum pemilu.
Untuk itu, sudah menjadi yurisprudensi dan aturan dalam undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Saya sudah menangani ratusan kasus. Ada yang pemilunya diulang, ada yang dilakukan perhitungan ulang, dan sebagainya. Namun, tergantung hakimnya punya bukti atau tidak. Kalau hakim sudah punya bukti, berani apa tidak," ujar Mantan Menteri Polhukam ini.
Baca Juga: Sempat Hebohkan Warganet! Darwis Triadi Diundang AJI Jakarta untuk Acara Webinar Soal Ini
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD sekaligus mengklarifikasi pernyataannya bahwa pihak yang kalah selalu menuduh pemilu curang.
Ia tidak memungkiri adanya kecurangan dalam pemilu. Tetapi, dalam persidangan seringkali buktinya tidak cukup.
"Maka dari itu, saya katakan bahwa setiap pemilu yang kalah itu akan selalu menuduh curang. Hal ini sudah saya jelaskan di awal tahun 2023 sebelum tahapan pemilu dimulai. Meski demikian, jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah karena sering terjadi kecurangan yang terbukti secara sah dan meyakinkan," tuturnya.***