Desak Pengesahan RUU PKS, Wakil LPSK: Banyak Kasus yang Tidak Dilanjutkan Secara Hukum

- 7 Oktober 2020, 09:29 WIB
Illustrasi aksi desak pemerintah masukkan RUU PKS pada Prolegnas. /Novrian Arbi/ANTARA
Illustrasi aksi desak pemerintah masukkan RUU PKS pada Prolegnas. /Novrian Arbi/ANTARA /

PR DEPOK – Usai ramai mengenai pembahasan Cipta Kerja, Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menanti untuk dijadikan prioritas.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diwakili Wakil Ketuanya, Livia Iskandar dalam keterangan tertulis Selasa, 6 Oktober 2020 menyampaikan mengenai hal tersebut.

"Posisi LPSK adalah mendorong agar RUU tersebut dimasukkan dalam prioritas pembahasan DPR di tahun 2021," katanya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA.

Baca Juga: Beasiswa LPDP Kembali Resmi Dibuka, Simak Syarat dan Tahapannya Berikut

Permintaan tersebut berangkat dari banyaknya catatan LPSK pada akhir September 2020 sebanyak 224 saksi atau korban yang mengajukan perlindungan terkait kekerasan seksual.

Selain itu, LPSK juga mencatat banyaknya saksi dan korban yang belum menerima perlindungan hukum atas peristiwa kekerasan yang dinilai tidak memenuhi unsur pidana.

Akibatnya korban yang kembali di serang pelaku dengan berbagai alasan yang tentu merugikan korban.

Baca Juga: Penemuan Besar Pertama Selama Pandemi Covid-19, Arkeolog Mesir Temukan Puluhan Peti Mati Kuno

Belum lagi berangkat dari berbagai modus dan jenis kekerasan seksual yang berkembang selama ini.

Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus untuk mementingkan RUU PKS agar segera disahkan.

"Dalam banyak kasus, dengan tidak dapat dilanjutkannya proses hukum, korban seringkali mendapat serangan balasan dari pelaku, contohnya melakukan laporan balik, Situasi ini perlu mendapat perhatian semua pihak dalam kaitannya dengan perlindungan kepada korban kekerasan seksual," ucapnya.

Baca Juga: Selain Cipta Kerja, Berikut RUU yang Telah Disahkan Oleh DPR di Tengah Pandemi Covid-19

Di samping itu, LPSK telah mengkaji sejumlah bahasan yang akan dibahas dalam RUU PKS.

Pertama mengenai hak baik untuk korban saksi dalam memperoleh perlindungan, bantuan medis, psikologis dan psikososial dan soal ganti rugi.

Selanjutnya adalah perhatian mengenai dampak sosial dari korban saksi yang mengalami kekerasan seksual agar tidak disalahkan masyarakat sebagai pemicu terjadinya kekerasan seksual.

Baca Juga: Sempat Prediksi 9-11, Wanita Tunanetra Sudah Ramalkan Donald Trump Terserang Penyakit Misterius

"Oleh karena itu, diperlukan kerangka sosio-ekologis untuk pemulihan yang komprehensif, dimana masyarakat dapat lebih menunjukkan empati dan kepedulian dan tidak menyalahkan korban sebagai pemicu kekerasan seksual," lanjutnya.

Sementara itu, ganti rugi pada korban juga menjadi aspek yang perlu dibahas dan pelaku dapat mendapat eksekusi.

Selain itu, keberadaan victim impact statement (pernyataan dampak atas kejahatan yang dialami korban) dalam persidangan perlu menjadi perhatian pada pembahasan RUU PKS.

Baca Juga: Harga Emas Antam Naik hingga UBS Turun, Berikut Daftar Rinciannya di Pegadaian Rabu, 7 Oktober 2020

Menurut Livia, pernyataan dan efek yang dialami korban dalam proses peradilan sebagai bentuk partisipasi dalam yang dapat ditujukan secara langsung pada majelis hakim dalam persidangan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah