Sebut Guru Honorer Masih Jadi Pekerjaan Rumah Nadiem Makarim, P2G: Honornya Horor Tidak Manusiawi

25 November 2020, 18:20 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (kiri) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 16 November 2020.* /Antara Foto/Reno Esnir./

PR DEPOK – Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyebutkan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.

Adapun pekerjaan rumah terbesar yang dimiliki Mendikbud Nadiem yakni terkait persoalan guru.

“Sebagai organisasi guru, P2G banyak diisi oleh guru-guru honorer, yang upahnya hanya 500.000 -700.000/bulan,” ucap Satriawan pada Rabu, 25 November 2020 dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Beri Penawaran ke Mike Pence, Luhut B Pandjaitan 'Ngarep' AS Relokasi Industri Farmasi ke Indonesia

Ia menjelaskan, di sisi lain para guru tersebut tetap dituntut sempurna dan profesional dalam melaksanakan tugas.

“Kami sangat sedih honor guru honorer ini horor, ini sangat tidak manusiawi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Satriawan menegaskan bahwa masalah pertama yang dihadapi adalah kesejahteraan guru.

Maka dari itu pihaknya mendorong Pemda memberikan upah guru honorer minimal setara UMP/UMR.

Baca Juga: Gencar Kritik Kinerja Gubernur DKI, Ferdinand Hutahaean Kini Sebut Anies Baswedan 'Cerdas', Kenapa?

“Sehingga kisah guru honorer yang tragis sebab kesejahteraannya sangat minim tidak terjadi lagi,” katanya.

Oleh sebab itu, P2G mengapresiasi Pemerintah Pusat, yang dalam hal ini Kemdikbud dan Kemenpan RB plus Komisi X yang membuat kebijakan membuka lowongan seleksi guru honorer menjadi Guru P3K sebanyak 1 juta lowongan tahun depan.

Menurutnya, kebijakan itu cukup strategis di mana nantinya akan sangat membantu kekurangan guru di Tanah Air.

Hingga 2024 Indonesia kekurangan 1,3 juta guru dan dengan dibukanya lowongan 1 juta guru, diharapkan akan menaikkan kesejahteraan para guru honorer dengan menjadi ASN ke depannya.

Baca Juga: Sebut Habib Rizieq Telah Bersedia, HNW Dorong Pemerintah Lakukan Dialog dengan Pimpinan FPI

“P2G juga mengapresiasi kebijakan Mas Menteri (Nadiem) di awal kepemimpinannya terkait guru yakni Penyederhanaan RPP Guru; Menghapuskan UN yang selalu jadi beban guru dan siswa; Bantuan Subsidi Kuota Internet; dan Bantuan Subsidi Upah (BSU),” ujar Satriawan.

Ia mengakui bahwa beberapa kebijakan tersebut sangat membantu para guru khususnya di masa pandemi ini.

Tidak hanya itu, P2G memandang perlunya pembenahan dalam rekrutmen guru dan desain pengembangan kompetensi guru di masa mendatang.

“Harus ada pembenahan seleksi masuk LPTK bagi calon guru, termasuk revitalisasi pengelolaan LPTK secara nasional. Bagaimanapun juga LPTK masih menjadi ‘pabrik’ calon guru,” katanya.

Baca Juga: Disalurkan Bertahap, Jawa Tengah Akan Terima 21 Juta Lebih Dosis Vaksin Covid-19 dari Pemerintah

Satriawan menilai bahwa rendahnya kompetensi guru Indonesia hingga sekarang, tak lepas dari buruknya pengelolaan guru mulai dari hulunya yakni LPTK tersebut.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pengembangan dan peningkatan kompetensi guru adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara, baik Kemendikbud/Kemenag maupun Pemda.

Ia menuturkan, pihaknya sangat kecewa melihat fakta bahwa masih banyak daerah provinsi dan kota/kabupaten yang anggaran pendidikannya dalam APBD masih jauh di bawah 20 persen

“Padahal, adalah menjadi kewajiban daerah (dan pusat) untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD,” kata dia.

Baca Juga: Sejak Awal Tolak Kebijakan Ekspor Benih Lobster, Dedi Mulyadi Akui Sudah Peringatkan Edhy Prabowo

Selain itu, salah satu pokok pangkal persoalan guru nasional hingga sekarang adalah rendahnya kompetensi (kualitas) guru. Satriawan meminta Pemda tidak melepas tanggung jawabnya.

“Politik anggaran pendidikan khususnya untuk peningkatan kompetensi guru adalah kebutuhan mendesak dilakukan, jika tidak, guru-guru kita masih berkutat di urusan kompetensi yang menyedihkan,” ujarnya.

Ia meminta agar masyarakat cermat dalam memilih calon kepala daerah, khususnya terhadap para calon yang ingin menyejahterakan guru.

“Kalau perlu jangan pilih calon kepala daerah yang tak berkomitmen menaikkan anggaran pendidikan daerah menjadi 20 persen,” ucapnya.

Baca Juga: Masih Tunggu Informasi Resmi KPK Soal Penangkapan Edhy Prabowo, KKP Imbau Warga Jangan Berspekulasi

P2G juga berharap para guru dibekali dengan keterampilan digital. Bukan sekedar pengguna, tetapi mampu bereksperimen di dunia digital.

Satriwan mengingatkan, menjelang Pilkada serentak Desember 2020 di beberapa daerah, P2G meminta para guru agar jangan mau terjebak dalam situasi politik praktis.

Ia menekankan, terutama bagi guru yang berstatus ASN, yang terikat oleh Disiplin PNS dalam PP No. 53 Tahun 2010.

“Guru-guru hendaknya melakukan pendidikan politik dan pendidikan demokrasi yang tetap memegang teguh independensi,” katanya.

Baca Juga: Sindir Prabowo, Arief Poyuono: Nyaring Sebut Korupsi RI Stadium 4, Justru Anak Didiknya Tertangkap

Ia berpendapat, perlindungan guru khususnya di masa pandemi harus tetap menjadi prioritas pemerintah pusat dan daerah.

“Menunda sekolah tatap muka, merupakan langkah terbaik untuk melindungi kesehatan dan keselamatan guru dan siswa serta keluarga mereka,” tutur Satriawan.

Menurutnya, pendataan terkait guru honorer dan swasta penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) tidak kalah penting dan wajib dibenahi Kemendikbud.

“Sebab P2G mendapatkan laporan dari sejumlah daerah bahwa masih banyak guru honorer yang belum terdaftar berhak menerima BSU Kemendikbud,” ujar Satriawan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler