Pasca Penembakan Massal di Korat, Ekonomi Thailand Makin Melemah

17 Februari 2020, 13:19 WIB
MALL Terminal 21 Korat, tempat terjadinya penembakan massal oleh prajurit tentara pada 8 Februari 2020.* / The Bangkok Post/

PIKIRAN RAKYAT - Sabtu, 8 Februari 2020 akan dikenang sebagai salah satu hari tergelap dalam sejarah Thailand.

Akhir pekan yang seharusnya menjadi momen liburan bagi orang-orang setelah bekerja dan belajar, justru harus dibayang-bayangi dengan tragedi mengerikan yang menyisakan rasa takut dan traumatik tersendiri.

Melayangnya puluhan nyawa atas amukan seorang prajurit bernama Jakrapanth Thomma di Korat, Provinsi Nakhon Ratchasima hingga berhasil menarik pelatuk senapan, teryata diawali dengan pertemuan dirinya dengan komandan dan sang ibu mertua yang juga berakhir pada kematian keduanya.

Baca Juga: Kalah Lawan Kanker Ganas, Kreator Meme 'Crying in A Puddle' Meninggal Dunia 

Jakrapanth Thomma pergi ke kamp tentara Surathampithak, Wat Paa Sattharuam dan pusat perbelanjaan Terminal 21 Korat, untuk menembaki orang-orang di sana dan menyiarkan secara langsung tragedi penembakan tersebut melalui media sosial, hingga pasukan keamanan membunuhnya pada hari Minggu pagi.
Hari itu, ada total 30 orang tewas dan 58 luka-luka akibat ulah Jakrapanth Thomma.

Belakangan, terkuak motif di balik aksi mengamuk berujung penembakan massal yang dilakukan oleh dia. Dikutip oleh Pikiranrakyat-Depok.com dari The Bangkok Post, Jakrapanth Thomma merasa sangat tertekan atas kesepakatan perumahan dengan atasannya. Perhatian utama dari kasus ini adalah wajarnya bisnis antar sesama personel militer.

Associate professor di Chulalongkorn University, Thitinan Pongsudhirak mengatakan bahwa fokus tersebut merupakan hal yang biasa bagi para perwira militer. Transaksi perumahan antara perwira dngan prajurit adalah hal biasa karena gaji resmi mereka tidak mencukupi, lebih dari itu, militer memiliki kekuasaan yang lebih atas tanah negara.

Baca Juga: Kalah Lawan Kanker Ganas, Kreator Meme 'Crying in A Puddle' Meninggal Dunia 

Untuk mengatasi penyalahgunaan kekuasaan oleh sistem hierarki yang mengakar, panglima militer Apirat Kongsompong mengatakan akan membuat jalur langsung bagi tentara yang merasa dieksploitasi oleh perwira atasan. Tragedi ini harus menjadi peringatan bagi tentara agar menjadi lebih profesional.

Di tengah mewabahnya virus corona dari Tiongkok, melemahnya mata uang Bath, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi Thailand harus dilanjutkan dengan mimpi buruk lain, yakni bayang-bayang penembakan massal yang terjadi di Korat.

"Penembakan massal baru-baru ini adalah yang pertama kali terjadi di Thailand," kata Paibul Kanokwattanawan, kepala eksekutif The Mall Group.

Menurutnya, penembakan massal yang terjadi benar-benar memperburuk keadaan lantaran bisnis ritelnya mengalami penurunan laba, selain dari menurunnya pengunjung wisatawan Tiongkok, mall tersebut jadi membekas sebagai tempat kejadian mengerikan di hati masyarakat.

Baca Juga: Tersiar Kabar Tiongkok Minta 20.000 Pasien Virus Corona untuk Dibunuh, Cek Faktanya 

"Lebih dari 10 miliar baht penjualan diperkirakan menghilang dari industri ritel pada kuartal pertama tahun ini," tutur dia.

Hasadin Suwatanapongched, presiden cabang Nakhon Ratchasima di bawah Federasi Industri Thailand (FTI), mengatakan, amukan penembakan tersebut dapat memberikan tekanan pada ekonomi lokal dan juga mempengaruhi psikologis konsumen.

"Banyak orang tidak sedang ada dalam mood positif untuk menghabiskan uang mereka dan mereka masih terhuyung-huyung dari situasi yang menakutkan," kata Hasadin.

Baca Juga: KPI Sentil Hotman Paris Setelah Tertangkap Kamera Pegang Pinggang Seorang Wanita

"Mereka akan lebih berhati-hati dan memilih tetap tinggal di dalam rumah setelah penembakan," lanjutnya. 

Atas peristiwa yang terjadi, pihak mall Terminal 21 Korat pun mengambil langkah-langkah antisipasi dengan menerapkan lebih banyak sistem keamanan berbasis elektronik.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Bangkok Post

Tags

Terkini

Terpopuler