Perdagangan Narkoba di Asia Pasifik Tumbuh Subur di Tengah Pandemi Virus Corona

16 Mei 2020, 16:30 WIB
Ilustrasi narkoba.* /Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Pasar obat-obatan terlarang di Asia Pasifik tampaknya terus berkembang secara pesat dan tidak terpengaruh oleh pandemi Virus Corona.

Dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com dari Reuters, Kantor PBB untuk Obat-obatan dan Kejahatan (UNODC) dalam laporannya mengatakan pada Jumat, 15 Mei 2020 produksi meamfetamin, obat yang paling populer di kawasan itu terus mencapai rekor tertinggi.

“Sementara dunia sedang dialihkan perhatiannya pada pandemi COVID-19, namun perdagangan obat-obatan sintetis dan bahan kimia terus berlanjut hingga mencapai rekor tertinggi di kawasan ini,” kata Jeremy Douglas Perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik.

Baca Juga: Jepang Mulai Gunakan Remdesivir Pada Pasien Virus Corona dengan Gejala Berat

Analis Narkoba Narkotika UNODC mengatakan pada Reuters bahwa intelejen baru-baru ini menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam harga obat-obatan terlarang di Bangkok atau Manila, Ibukota Thailand, Filipina, dan pasar terbesar di Asia Tenggara.

Sementara itu, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Kontrol Narkotika Thailand, Paisith Sungkahapong mengatakan pola perdagangan narkoba telah bergeser ketika pemerintah membatasi pergerakan manusia selama pandemi COVID-19 ke palatform media sosial secara online.

"Kami telah menemukan peningkatan dalam perdagangan narkoba online melalui Facebook, Twitter, Instagram, dan kami juga menemukan banyak obat yang disembunyikan dan diangkut ke pembeli melalui layanan pos, publik, dan swasta," ujarnya.

Baca Juga: Pesawat Militer Tiongkok Mendarat di Pulau Sengketa di Laut China Selatan, Gertak Dunia Saat Pandemi

Stabilitas pasar obat-obatan di sebagian besar Asia Pasifik kontras dengan pengalaman di Amerika Utara dan Eropa, di mana pembatasan pergerakan yang lebih ketat telah mengganggu rantai pasokan dan mendorong harga lebih tinggi.

Dalam beberapa tahun terakhir, menurutnya kelompok kejahatan transnasional yang berbasis di Hong Kong, Taiwan, dan Makau telah memperluas skala produksi metafetamin hingga ke Jepang dan Selandia Baru.

Menurut laporan UNODC, ketika pasokan meningkat dan harga telah turun, maka kemurnian obat telah meningkat.

Baca Juga: Keluar-Masuk Jakarta, Pekerja Harus Dilengkapi Surat Izin dengan QR Code Khusus

Sindikat-sindikat kejahatan Asia menghasilkan metafetamin berbentuk kristal dan tablet yang lebih murah dicampur dengan kafein yang dikenal sebagai yaba, atau "obat gila" dalam bahasa Thailand.

Sementara menurut laporan UNODC, budidaya opium dan produksi heroin telah menurun di Asia Tenggara. Namun disebutkan bahwa kini muncul opioid sintetis yang lebih berbahaya di Asia Tenggara.

Pihaknya melanjutkan Asia Tenggara bisa menjadi sumber opioid untuk bagian lain dunia, sementara zat-zat ini dicampur ke dalam atau menggantikan bagian dari pasokan heroin regional.

Baca Juga: Muhammadiyah Rilis Panduan Salat Idulfitri di Tengah Pandemi Corona

Obat-obatan sintetis lainnya seperti ekstasi, ketamin, dan kanabinoid juga semakin banyak ditemukan di seluruh kawasan, kata laporan UNODC.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler