Mengenal Antifa, Kelompok yang Dicap Teroris oleh Donald Trump

2 Juni 2020, 11:00 WIB
KELOMPOK Antifa berkumpul dan terlibat dalam demonstrasi di Portland tahun 2019.* /New York Post/

PIKIRAN RAKYAT - Kelompok Antifa di Amerika Serikat (AS) tengah menjadi sorotan usai diancam dimasukkan ke dalam daftar teroris oleh Donald Trump.

Antifa dituding sebagai bagian dari kerusuhan pada aksi protes menentang pembunuhan warga kulit hitam oleh polisi.

Rencana Trump banyak menimbulkan tanda tanya dan sanksi.

Baca Juga: Pemerintah Izinkan 102 Daerah Terapkan New Normal, Tak Ada Satupun Wilayah Jawa Barat

Pasalnya, Antifa sebetulnya bukanlah organisasi terstruktur, melainkan aksi massa yang muncul tanpa adanya pemimpin dan hierarki organisasi.

Selain itu, pengamat mengatakan label teroris hanya dialamatkan untuk kelompok milisi di luar negeri, bukan dalam negeri.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari New York Times Selasa, 2 Juni 2020, Antifa adalah singkatan dari anti-fasis. Kelompok ini tidak memiliki struktur organisasi dan markas, walau beberapa di antara mereka kerap rapat rutin di negara-negara bagian AS.

Baca Juga: Saingi Facebook, Kicauan Twitter Kini Bisa Diatur Sesuai Jadwal yang Diinginkan, Begini Caranya

Misi mereka adalah membela kelompok minoritas yang tertindas dan menentang rasialisme. BBC mencatat, kelompok ini punya sejarah di Eropa dalam melawan fasisme pada 1920 dan 1930-an.

Antifa modern, seperti diulas di buku 'Antifa: The Anti-Fascist Handbook' muncul pada 1980-an untuk menentang kelompok neo-Nazi di Barat.

Biasanya mereka muncul di acara-acara musik Skinhead untuk menentang pemahaman pro-Nazi. Pada awal 2000-an kelompok ini seakan mati suri, dan muncul kembali di pemerintahan Trump.

Baca Juga: UPDATE COVID-19 di Depok 1 Juni 2020: Tak Ada Tambahan Kasus PDP, Kasus Sembuh Capai 240

Mereka sering muncul sebagai aksi tandingan dari kelompok sayap-kanan pembela Trump.

Karena tak memiliki catatan organisasi, tidak diketahui berapa jumlah anggota Antifa di Amerika Serikat.

Kelompok Antifa di setiap aksi selalu memakai pakaian hitam-hitam, memakai masker atau helm untuk menutupi identitas mereka. Menurut BBC, walau tak jelas sistemnya, tapi Antifa terorganisir di lapangan.

Baca Juga: 3 Daerah di Depok Ini Konfirmasi Kasus COVID-19 Tertinggi, Kasus Sembuh Paling Banyak di Cimanggis

Massa Antifa berpakaian hitam dikenal sebagai 'blok hitam' yang berjibaku dengan polisi. Sedangkan ada juga 'blok-makanan' yang bertugas memasok makanan dan air selama aksi protes berlangsung.

Walau bentuk Antifa masih sangat samar, tapi satu yang jelas kelompok ini selalu identik dengan kekacauan dan vandalisme.

Antifa dikenal melakukan protes dengan melakukan perusakan sarana publik dan toko-toko. Mereka identik dengan bom Molotov, batu, atau tongkat.

Baca Juga: Dokter di Italia Sebut Virus Corona Sudah Melemah dan Tidak Lagi Mematikan

Dalam buku 'Antifa: The Anti-Fascist Handbook' disebutkan, Antifa meyakini penggunaan kekerasan diperlukan untuk melawan kelompok rasis dan fasis yang mengancam masyarakat.

Dengan kekerasan ini juga, suara perlawanan mereka terhadap rasialisme akhirnya didengar oleh pemerintah.

Scott Crow, mantan aktivis Antifa selama 30 tahun, kepada CNN mengatakan kekerasan yang mereka lakukan adalah bentuk pertahanan diri. Dia juga meyakini perusakan properti bukanlah bentuk kekerasan.

Baca Juga: Dokter di Italia Sebut Virus Corona Sudah Melemah dan Tidak Lagi Mematikan

"Selalu ada tempat untuk kekerasan. Apakah ini dunia yang ingin kita tinggali? Tidak. Apakah ini dunia yang ingin kita ciptakan? Tidak. Tapi apakah kami akan melawan? Ya," kata Crow.

Karena caranya yang mendukung kekerasan, kelompok ini banyak menuai kontroversi dan penentangan dari berbagai pihak. Baik Politikus Partai Demokrat dan Republik di AS menentang cara Antifa bersuara.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: New York Post

Tags

Terkini

Terpopuler