Buntut Kudeta MIliter di Sudan, AS Setop Bantuan Dana Darurat Rp9,9 Triliun

- 26 Oktober 2021, 14:28 WIB
AS mengumumkan akan berhenti beri bantuan dana darurat Rp9,9 triliun kepada Sudan menyusul adanya kudeta militer terhadap kepemimpinan sipil.
AS mengumumkan akan berhenti beri bantuan dana darurat Rp9,9 triliun kepada Sudan menyusul adanya kudeta militer terhadap kepemimpinan sipil. /REUTERS/El Tayeb Siddig.

PR DEPOK - Amerika Serikat (AS) secara tegas mengutuk adanya tindakan yang dilakukan kudeta militer kepada kepemimpinan sipil di Sudan.

"AS mengutuk tindakan yang diambil pasukan militer Sudan," kata Jubir Departemen Luar Negeri AS, Ned Price dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Middle East Monitor pada Selasa, 26 Oktober 2021.

"Penangkapan pejabat pemerintah sipil dan pemimpin politik lainnya, termasuk PM Abdalla Hamdok telah merusak transisi negara itu ke pemerintahan sipil yang demokratis," ucap Ned Price menambahkan.

Baca Juga: Harris Vriza dan Haviza Devi Kompak Ingin Jalin Hubungan Lebih Serius, Balikan?

Menyusul adanya kudeta militer Sudan kepada pemimpinan sipil di negara tersebut, Ned Price mengatakan bahwa AS akan menghentikan bantuan dana darurat sebesar Rp9,9 triliun.

"Mengingat perkembangan ini, kami menghentikan bantuan Rp9,9 triliun dalam alokasi bantuan darurat dari dana dukungan ekonomi untuk Sudan," ujar dia secara tegas.

Diketahui sebelumnya, angkatan bersenjata Sudan menangkap lima menteri dari kabinet transisi, termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok.

Ketua Dewan Penguasa Transisi (TSC), Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengumumkan keadaan darurat di seluruh negeri dan pemerintah sipil sementara telah dibubarkan.

Baca Juga: Vincent Verhaag Ungkap Pesan Menyentuh dari El Barack: Dia Ngomong 'Pah, Jangan Tinggalkan Aku Ya'

Ned Price mencatat bantuan dana darurat tersebut dimaksudkan untuk membantu Sudan dalam transisi demokrasinya dan menegaskan AS sedang mengevaluasi langkah selanjutnya.

Lebih lanjut Jubir Departemen Luar Negeri AS itu menambahkan bahwa Washington menganggap langkah yang dilakukan al-Burhan sebagai "pengambilalihan militer".

Di sisi lain, Abdalla Hamdok mengatakan gerakan itu mewakili 'kudeta penuh' dan meminta rakyat Sudan turun ke jalan guna membela revolusi secara damai.

Pengunjuk rasa menanggapi kudeta yang dilakukan militer tersebut dengan memblokade jalan dengan membakar ban di ibu kota Khartoum.

Baca Juga: Militer Ambil Alih Pemerintah Sipil Sudan, 7 Orang Tewas dan 140 Luka-luka dalam Aksi Protes

Bahkan para pengunjuk rasa mendapatkan tembakan dari pasukan militer hingga menyebabkan tujuh orang tewas dan 140 orang terluka.

Tindakan tersebut telah dikutuk oleh beberapa kekuatan internasional, termasuk PBB dan Uni Afrika, yang sejak itu menangguhkan keanggotaan Sudan.

Seorang rekan senior di Malcolm H Kerr Carnegie Middle East Center, Yezid Sayigh, menanggapi situasi yang terjadi di Sudan saat ini.

Ia mengatakan perkembangan insiden bentrokan itu akan berdampak buruk pada upaya Washington untuk mendukung transisi demokrasi.

Baca Juga: Jokowi Pilih Ahok Jadi Calon Kepala Ibu Kota Baru, Christ Wamea: Dia Orang Tak Berkualitas, Tak Punya Prestasi

Namun terlepas dari pengumuman untuk menghentikan bantuan, Yezid Saigh mencatat bahwa AS mungkin tidak akan mengeluarkan sanksi.

"Pemotongan bantuan AS akan berdampak buruk bagi perekonomian Sudan. Tapi jauh lebih buruk jika AS memblokir akses Sudan ke Dana Moneter Internasional (IMF) dan sumber bantuan serta kredit internasional lainnya" kata Yezid Sayigh.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Middle East Monitor


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x